Eramuslim – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menerima seluruhnya gugatan Judicial Review (JR) atas UU Nomor 22/2006 sebagaimana telah diubah dengan UU 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan (Admincuk) menimbulkan konsekuensi luas.
Salah satunya adalah hak untuk menuliskan agama-agama yang selama ini tidak resmi/diakui seperti Yahudi dan Bahai di kolom Agama KTP, seperti diungkan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI).
Pandangan itu disampaikan Sekretaris Umum PGI Pdt Gomar Gultom dalam pernyataannya yang beredar dan diterima redaksi baru-baru ini. “Iya, benar (pernyataan itu), Pak!” ujarnya saat dikonfirmasi Hidayatullah, Minggu (12/11).
Gomar mengatakan, melalui keputusan itu MK menyatakan kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk “kepercayaan”.
PGI beranggapan, hal ini merupakan sebuah langkah maju karena dengan demikian negara mengakui hak-hak semua orang untuk dicantumkan agama/kepercayaannya pada kolom KTP (dan KK, Red), tidak lagi hanya salah satu dari enam agama yang selama ini diakui dan “dianak-emaskan”, istilah Gomar.
“Itu berarti, agama-agama dan kepercayaan asli suku-suku di Indonesia dan agama-agama yang selama ini dianggap tidak resmi atau tidak diakui seperti Bahai, Yahudi, dan lain-lain, dapat menuliskan agamanya dengan berpegang pada putusan MK tersebut,” sebut Gomar.