Eramuslim.com – Tokoh petisi 28, Haris Rusly menyebut bahwa era pemerintahan sekarang terbangun sebuah rezim kriminal dimana pilar demokrasi DPR dan Eksekutif saling berkolaborasi menindas rakyat.
Hal ini terlihat dari dua Undang-Undang (UU) yang diputuskan terakhir. Dua UU tersebut diputuskan di saat masyarakat sedang sibuk mempersiapkan lebaran idul fitri. Ibarat maling yang sedang mencuri di dalam kekacaun dan keramain. Dua UU tersebut diduga diputuskan dengan adanya suap kepada sejumlah tokoh kunci di parlemen.
“Bayangkan, sejumlah Kementerian dilakukan pemangkasan anggaran, bahkan di kementerian PUPR yang tugas prioritasnya bangun infrastruktur, juga anggarannya dipangkas. Subsidi untuk rakyat, listrik dan BBM juga dicabut. Tapi, anehnya, Pemerintah dan DPR justru berdamai untuk menggelontorkan penyertaan modal puluhan triliun kepada sejumlah BUMN, ini sebuah modus merampok secara legal, sebagaimana yang terjadi tahun 1998 dengan menggunakan BLBI,” kata Haris dalam keterangan tertulis, Selasa (12/7).
Kemudian lanjutnya, pemerintah juga menargetkan penerimaan pajak sangat tinggi, rakyat dan kelas menengah diperas dan dipalak dengan pajak yang sangat mencekik. Tapi di saat yang sama justru Pemerintan dan DPR berdamai untuk membuat Pengampunan Pajak kepada para penjahat pengemplang pajak dan perampok uang negara dengan alibi menyelamatkan APBN yang sedang devisit.
“Pemerintah Jokowi-JK sedang menerapkan managemen krisis atau managemen foya foya?” Ujarnya.
Dia mengingatkan skandal Bank Century dengan jumlah Rp 6,7 trliun sangat berimbas kepada negara, dia memperkirakan penyertaan modal dengan jumlah yang jauh signifikan dibanding Century akan menggoncang ekonomi nasional.
“Tahun 98 mereka rampok melalui skandal BLBI, lalu tahun 2016 mereka jadi cukong yang memenangkan Jokowi-JK jadi Presiden 2014, mereka datang dan meminta dibuat UU untuk mengampuni dan memutihkan uang hasil rampokan meraka,” pungkasnya.(ts/akt)