Pengasuh Pesantren Asshidiqiyah Jakarta, KH. Noer Muhammad Iskandar SQ berpendapat, sistem pendidikan nasional hendaknya tidak mengorbankan anak didik secara umum dan harus mengacu pada kepentingan anak didik dalam jangka panjang, bukan kepentingan sementara.
“Untuk itu setiap menteri yang menjabat harus berpikir jangka panjang. Sehingga tidak setiap pergantian pejabat, kebijakannya selalu berubah,” ujar Kyai Noer, demikian ia disapa, di Jakarta, Rabu (28/6).
Karena itu, dirinya meminta agar sistem UN sebagai satu-satunya syarat kelulusan tidak dirubah meski di sana-sini masih terdapat kekurangan. Standar nilai 4,5 pun menurut Noer Iskandar angka itu masih lumayan. Tidak terlalu tinggi.
Sebab dari 100 siswa-siswi di lembaga pendidikannya yang mengikuti UN ternyata ada 28 siswa yang nilainya rata-rata mencapai 10, dan selebihnya rata-rata 6,5. Jadi, sebaiknya sistem UN dipertahankan dahulu dengan terus memperbaiki kekurangannya. Yang penting bagi mereka yang gagal UN masih diberi kesempatan mengikuti ujian Paket C.
Sementara itu, Fraksi PDIP DPR akan melakukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) terhadap PP Nomor 19/2005 tentang standar nasional pendidikan karena bertentangan dengan UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas khususnya pasal 58 ayat satu yang menyatakan bahwa evaluasi belajar itu dilakukan secara berkesinambungan.
“Saya setuju dengan UN. Tapi tidak untuk standar kelulusan melainkan hanya untuk bahan pertimbangan evaluasi perbaikan mutu. Tapi itu tidak harus setiap tahun,” kata anggota FPDIP Komisi X DPR RI Wayan Koster kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Rabu (28/6).
Pada Pasal 58 (1) berbunyi,”Evaluasi hasil belajar siswa dilaksanakan oleh pendidik untuk memantau proses kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.”
Berdasarkan, pasal tersebut, terang Wayan Koster, FPDIP DPR meminta Depdiknas menggelar UN ulangan. Bila, hal tersebut tidak dipenuhi maka pihaknya tidak akan memberikan dukungan alokasi anggaran UN pada 2007. (dina)