Rizal Ramli: Kalau Etika Conflict Of Interest Aja Ora Ngerti, Ndak Usah Dadi Pejabat

Eramuslim – Staf Khusus Presiden Joko Widodo terus menuai sorotan publik. Mereka diduga telah menyalahgunakan wewenang yang dimiliki untuk melancarkan bisnis yang dijalani.

Seperti Stafsus Presiden Andi Taufan Garuda Putra yang berkirim surat ke camat se-Indonesia dengan menggunakan kop Sekretariat Kabinet. Surat itu berisi permintaan kepada para camat agar perusahaanya, PT. Amartha Mikro Fintek (Amartha) diikutsertakan dalam giat melawan Covid-19.

Tidak hanya Andi Taufan yang jadi sorotan. Mata publik juga tertuju pada Stafsus Presiden Belva Devara yang perusahannya, mendapat proyek sebagai salah satu aplikator Kartu Prakerja. Nilai dari total proyek aplikator itu sendiri mencapai Rp 5,6 triliun.

Sorotan tokoh nasional, DR. Rizal Ramli pun tidak luput dari fenomena Stafsus Presiden yang terkesan menggunakan kewenangan untuk memperkaya perusahaan. Menurutnya, seseorang yang tidak bisa menjunjung etika conflict of interest, maka dia tidak boleh jadi pejabat negara.

“Kalau soal sederhana seperti etika “conflict of interest” aja ora ngerti, ndak usahlah menjadi pejabat negara,” tekannya dalam akun Twitter pribadi sesaat lalu, Jumat (17/4).

Dia mengingatkan bahwa amanah yang diberikan kepada seorang pejabat negara harus dijunjung tinggi. Amanah itu adalah kepercayaan untuk benar-benar memberi pelayanan kepada rakyat.

Jika hal itu tidak bisa dijunjung tinggi, maka Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu menyarankan agar Andi Taufan cs fokus saja jadi pengusaha. Selain lebih bermanfaat, mereka juga tidak akan dikepret seperti para “tikus”.

“Ingat amanah dan fatsoen-nya beda, ngurusin rakyat bukan kantong pribadi. Lebih baik fokus jadi pengusaha sukses, bermanfaat dan dihormati. Daripada tikus yang perlu dikepret,” tutupnya. (rmol)