Itulah pesan al-Qaradhawi yang cukup penting pada para aktifis Islam yang kini duduk di parlemen, sebelum ulama dunia itu mengakhiri kunjungannya ke Indonesia. Pesan itu berawal ketika al-Qaradhawi melontarkan pertanyaan, “Untuk saudara yang di parlemen, apakah ada pertanyaan atau hal yang ingin ditanyakan?”.
Ulama internasional itu bertanya kepada para pengantarnya yang sebagian besar dari anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera di Bandara Internasional Seokarno-Hatta, Jum’at (12/1) malam.
Tak pelak, kesempatan itu dimanfaatkan anggota Komisi VIII Djalaluddin Asysyatibi. “Kami anggota DPR dan juga mubalig dan khotib, kadang-kadang ada undangan untuk menyampaikan ceramah agama dan khutbah, mana yang harus diprioritaskan sementara kami juga punya jadwal di parlemen?” tanya Asysyatibi.
Sebelum menjawab pertanyaan, Al-Qardhawi menyela, “Apakah keduanya bertabrakan?” Lalu Asysyatibi mengiyakan dan menjelaskan bahwa terkadang bertabrakan antara kehadiran di parlemen dengan penyampaian ceramah di luar parlemen.
Lebih lanjut ulama yang bermukim di Qatar itu menjelaskan secara panjang lebar, “Kehadiran Anda di parlemen wajib dan tak seorang pun dapat menggantikannya. Khutbah mungkin seseorang bisa menggantikannya. Jadi, Anda wajib mengerjakan tugas Anda di parlemen. Jangan terlambat. Ikuti sidang-sidang, ikuti tema-tema (sidang), siapkan tema-tema itu. Saya nasehatkan bagi anggota parlemen aktifis Islam agar bersiap-siap berdiskusi di mana mereka harus punya pertemuan secara bersama-sama, dan di sana mereka berdiskusi tentang masalah-masalah politik, masalah ekonomi, masalah wawasan, pendidikan, kesehatan. Mereka harus punya pertemuan itu dan mereka harus meminta bantuan para pakar. Mereka bukanlah pakar dalam segala hal. Seperti dalam pendidikan maka mereka memanggil pakar pendidikan dan bertanya kepada mereka apa yang harus mereka lakukan. Masalah ekonomi, mereka hendaknya memanfaatkan pakar ekonomi sehingga mereka dapat merealisasikan program-programnya. Inilah yang diperlukan.”
Saat ditanyakan apa prioritas aktifis Islam di parlemen, Al-Qardhawi mengatakan bahwa setiap negara, wilayah, daerah pemilihan dan tahapan itu punya prioritas tersendiri. Kendati demikian, ulama yang juga penulis produktif itu memberikan standar prioritas itu, yakni bagaimana prioritas itu benar-benar menyentuh kepentingan banyak orang, bukan segelintir orang.
“Prioritas itu harus didasarkan kepada ketercakupan untuk semua, seperti menuntaskan buta huruf. Buta huruf itu munkar. Munkar itu tidak hanya minuman keras, zina, pencurian. Demikian juga munkar dari sisi politik. Kecurangan dalam Pemilu itu munkar. Membelenggu kebebasan itu munkar. Keterbelakangan itu munkar, ” ujar dia.
Sebelum menutup percakapannya dengan para pengantar, ulama berusia 81 tahun itu memimpin doa bersama, agar ummat Islam terhindar dari makar musuh-musuh Islam, agar ummat Islam di Palestina dan Irak diberikan pertolongan.(ilyas)