Kenaikan tarif dan berbagai kebijakan itu juga tidak memberikan dampak apapun bagi kondisi ekonomi kita, malah justru kondisi ini makin terpuruk.
Langkah apapun yang diambil oleh pemerintah menurut saya tetap tidak mampu menghindari krisis ekonomi yang akan menghantam Indonesia.
Kembali lagi pada laporan hasil audit BPK sebagaimana yang disebutkan di atas, dapat kita duga bahwa laporan audit itu memperlihatkan ada penyimpangan kebijakan yang dilakukan oleh pimpinan lembaga/kementrian dalam melaksanakan pinjaman luar negeri.
Tidak mungkin BPK mengatakan hal yang demikian kalau tidak ada persoalan yang sangat membahayakan negara.
Karena itu sesuai ketentuan pidana Pasal 34 Ayat (1) UU Keuangan Negara, harus ditindaklanjuti oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara serius.
Menurut saya, secara konstitusional kalau dibaca dari perspektif Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, terdapat prinsip-prinsip ekonomi yang diabaikan oleh pemerintah dalam mengambil kebijakan utang itu sehingga menyebabkan negara dalam keadaan ekonomi yang amburadul seperti sekarang ini.
Tidak ada kemandirian ekonomi, negara hanya mengandalkan hutang untuk membayar utang, sehingga menjaga keseimbangan kemajuan nasional terabaikan.
Maka dari perspektif itu apabila risiko utang sudah sangat berbahaya seperti sekarang ini berdasarkan konstitusi dan UU, DPR dapat memanggil Presiden untuk segera diminta penjelasan dan pertanggungjawaban hukum penggunaan utang yang besar itu.
Menurut saya pertanggungjawaban hukum melalui lembaga legislatif sangat penting dan mendesak. DPR tidak boleh hanya diam menunggu apa yang terjadi, harus ada inisiatif DPR bahkan bila perlu membentuk Panitia Khusus Angket DPR untuk membuka semua kondisi keuangan negara saat ini.
Kita sudah memasuki ambang krisis, dan apabila skema ekonomi ini terus menerus terjadi akan menyebabkan keadaan bangsa ini semakin terpuruk.
Skema apapun yang sedang diambil dari perspektif ekonomi sudah tidak memungkinkan lagi.
Meskipun pemerintah akan berupaya menaikkan pajak (PPN) seperti yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR untuk mengurangi defisit anggaran, namun resikonya besar yaitu daya beli turun dan pengangguran, kemiskinan serta ketimpangan sosial akan meningkat.
Dengan demikian, kita sudah harus siap siaga menghadapi krisis dan resesi berkepanjangan di 2022.
Sebagai penutup, kalau semua pilihan sudah tidak memberikan jalan keluar dari semua ini, maka krisis dan resesi berkepanjangan di tahun-tahun yang akan datang, maka menurut Anthony keuangan negara dipastikan juga ambruk.
Utang menggunung. Mungkin Bank Indonesia harus terus cetak uang. Inflasi akan melonjak. Kepercayaan luar negeri luntur. Devisa kabur. Selamat datang 1998.
Kalau demikian pengadilan rakyat akan mengadili kekuasaan itu dengan kehendaknya. Karena itu, sebelum hal ini terjadi, DPR harus segera mengambil sikap. Wallahualam bis shawab.
Dr. Ahmad Yani
Ketua Umum Partai Masyumi. [RMOL]