Perpanjangan Kontrak Exxonmobile di Blok Cepu Ditindaklanjuti dengan Hak Angket

Anggota Komisi XI Rama Pratama akan menggunakan hak angket terkait perpanjangan kontrak Blok Cepu antara Pertamina dengan Exxonmobile.
"Kami akan mendukung penggunaan hak angket tersebut," ujar Rama di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (9/3).

Rencana perpanjangan kontrak itu tertuang dalam Kepmen BUMN No. 16A/MBU/205. Dalam Kepmen ini Meneg BUMN Sugiharto menunjuk Rizal Malarangeng, M. Ikhsan, dan Lie Che We sebagai tim perunding perpanjangan kontrak Blok Cepu antara Pertamina dengan Exxonmobile. Ini merupakan sebuah pelangaran hukum. Alasannya, ketiga orang tersebut bukan pejabat PT. Pertamina.

Menurut anggota DPD Marwan Batubara, langkah Meneg BUMN itu bertentangan dengan Pasal 5 (2) dan (3) UU No.19/2003 tentang BUMN. Karena itu pemerintah harus bertanggungjawab.

Mereka mendesak pemerintah untuk mengambil keputusan sesuai aspirasi rakyat, yang menghendaki Blok Cepu dikelola oleh Pertamina. Karena tidak ada kewajiban bagi pemerintah untuk memperpanjang kontrak ExxonMobil di Blok Cepu tersebut.

“Perpanjangan kontrak dengan ExxonMobil pada 25 Juni 2005 hingga 2010 menjadi 2030 jelas melanggar hukum. Perubahan TAC (1990) menjadi TAC Plus (1997) dan tim negosiasi yang dibentuk juga melanggar UU No.19/2003 tentang BUMN,” tambah Marwan Batubara.

Dijelaskannya, sejak tahun 1996 sudah terjadi pelanggaran hukum dan konstitusi terkait pengambilalihan Cepu oleh Ampolex dari Pertamina, yang kemudian diambilalih oleh ExxonMobil 1997. Padahal yang menemukan Blok Cepu sendiri sesungguhnya bukan ExxonMobil melainkan RP Koesoemadinata, guru besar ITB yang diklaim oleh ExxonMobil.

Di Arun ExxonMobil telah menguras gas dan mengutamakan ekspor, sehingga kebutuhan negara berkurang bahkan mematikan industri pupuk seperti Pupuk Iskandar Muda dan ASEAN Aceh Fertilizer. Sementara di Natuna negara tidak mendapatkan bagi hasil dan hanya memperoleh konpensasi berupa nilai pajak 30 persen, sedangkan cost recovery dikendalikan ExxonMobil yang diduga di-mark up.

ExonMobil menyebutkan potensi Blok Cepu hanya 600 juta barel, padahal kata Koesoemadinta sebesar 10,9 miliar barel yang dapat memproduksi 2,6 miliar barel minyak dan gas sebesar 62 triliun kubik kaki. Di Cepu ExxonMobil mengklaim recovery 450 juta dollar AS, sementara menurut audit BPKP hanya 300 juta dollar AS.

Karena itu mereka menilai wajar jika ExxonMobil sekarang ini akan beruaha menguras cadangan minyak karena harga BBM terus tinggi, dan ini jelas akan merusak struktur geologi. Sehingga pemerintah harus menyerahkan pengelolaan Blok Cepu itu pada Pertamina.

Penolakan perpanjangan kontrak Exxonmobile juga disampaikan oleh pengamat ekonomi Dradjad Wibowo (FPAN), Fadhil Hasan (INDEF), Rama Pratama (PKS), dan sekitar 53 tokoh dari DPR/DPD RI, Iluni UI, ITB, UGM, Unpad, ICMI, dan lain-lain. (dina)