Perluasan Masjidil Haram Tidak Mempengaruhi Keabsahan Ibadah Haji

Perluasan Masjidil Haram, Makkah yang dilakukan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, menjadi perhatian serius para ulama di tanah air, utamanya menyangkut pada keabsahan ibadah haji sebagai akibat adanya pergeseran tempat sai, termasuk pula perluasan tempat mabit di Mina (belakangan disebut Mina Jadid).

Meski para ulama setempat telah mengeluarkan fatwa bahwa hal itu sudah dianggap sah, namun para ulama di tanah air perlu berkumpul dan bermusyawarah karena Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak pernah mengeluarkan fatwa terkait dengan Mina Jadid, dan kemudian menyusul adanya pergeseran tempat Sai di Masjidil Haram.

Pertanyaan semacam ini menguat pada musim haji lalu. Terutama bagi jamaah haji yang melakukan mabit (bermalam) di Mina Jadid, yang saat itu kawasannya sudah diperluas hingga Musdalifah, sehingga para petugas Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) kewalahan memberi penjelasan kepada jamaahnya.

Di samping belum adanya fatwa dari MUI, tentang masalah mabit di Mina Jadid, belakangan ini muncul soal pergeseran tempat sai di kawasan masjidil Haram. Pemindahan tempat sa’i yang dalam teks Al-Quran disebutkan, dengan jelas bahwa tempat sai di antara Bukit Shafa dan Marwah, jelas akan memunculkan keresahan umat Islam.

Para ulama se-Jawa yang bermusyawarah pada medio April lalu, mengeluarkan tiga keputusan terkait pelaksanaan ibadah haji. Pertama, mereka minta Departemen Agama meninjau ulang jadwal ibadah haji. Kedua, meminta pemerintah bernegosiasi dengan Arab Saudi kemudahan haji. Ketiga, meminta pemerintah memastikan lokasi ibadah haji.

Musyawarah ulama se-Jawa mendesak pemerintah segera meminta penjelasan dari pemerintah Arab Saudi terkait perkembangan bangunan Masjidil Haram. Terutama menyangkut perluasan lokasi pelaksanaan rukun haji sa`i.

"Kaitannya dengan keabsahan ibadah haji, akibat adanya perluasan pembangunan di kawasan Masjidil Haram akan mempengaruhi tempat Sa’i, " kata pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin, K.H. Mustofa Bisri.

Sementara itu, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma’ruf Amin mengakui hingga kini belum mengeluarkan fatwa mengenai rencana perpindahan sejumlah situs tempat pelaksanaan rukun dan wajib haji. MUI belum menerima informasi dan laporan dari Departemen Agama mengenai rencana pemerintah Arab Saudi yang juga akan memperluas Shofa dan Marwah.

"Kami belum menerima informasi perluasan dan perubahan seperti apa yang akan dilakukan. Sampai saat ini kami belum menerima laporan dari Depag, " jelas Kiai Ma’ruf.

Menurut dia, MUI akan membahas masalah itu melalui Komisi Fatwa setelah Depag memberi laporan dan meminta MUI untuk membuat fatwa. Untuk memutuskan masalah seperti ini, MUI akan membahasnya melalui forum komunikasi fatwa.

"MUI juga perlu melihat langsung rencana perubahan itu ke Tanah Suci Makkah. Hal itu diperlukan agar perubahan yang direncanakan Pemerintah Arab Saudi itu bisa dilihat secara langsung, " ujarnya.

Setelah itu, lanjutnya, pengurus harian dan komisi fatwa MUI akan membahas dan mengkajinya untuk melahirkan fatwa.

Sesungguhnya perluasan tempat sa’i (Mas’a) di Masjidil Haram, Mekah, yang dipertanyakan sejumlah ulama di tanah air sudah terjawab.

Fatwa Empat Ulama Arab

Informasi dari harian Okaz di Arab Saudi, terbitan 22 April 2008, menjelaskan bahwa perluasan tersebut merupakan pekerjaan yang benar dan dapat memberikan berkah kepada umat Muslim.

Empat ulama besar Arab memberikan fatwa atas kebenaran perluasan Mas’a di Masjidil Haram, Mekah, dan dapat dicatat dalam sejarah serta memiliki nilai berkah bagi umat Muslim yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan kemudahan jamaah haji dan umrah dalam melaksanakan ibadah sa’i.

Keempat mufti yang memberikan pernyataan adalah Mufti Mesir Dr Ali Jum’ah, dua orang dari mufti Libanon yaitu Dr Muhammad Rasyid Qabbani dan Dr Muhammad Ali Al-Juzu, dan mufti yang keempat adalah Dr Akrama Shabri dari Palestina."Perluasan Mas’a merupakan tuntutan syar’i, " kata Dr Akrama Shabri.

Bahkan, Syeikh Yusuf Al-Qardhawi, ulama besar Mesir, juga tidak mempermasalahkan perluasan Mas’a dan pemindahan Maqam Ibrahim dari tempat asalnya. Menurut Al-Qardhawi, yang pernah dikutip harian Asharqul Awsath, Rasulullah selalu memberi kemudahan untuk haji dengan sabdanya yang terkenal pada saat haji wada’, "If’al-wala kharaj (lakukan dan tak ada masalah). (novel/es)