Pemerintah Indonesia harus bertanggung jawab dan memberikan jaminan perlindungan pada buruh migran, dengan cara yang murah, cepat, fleksibel dan transparan melalui sebuah perjanjian kerjasama internasional dengan negara-negara penerima tenaga kerja.
Demikian disampaikan Kepala Penasehat Teknis Perlindungan Buruh Migran ILO Lotte Kejser disela-sela Dialog dan Pengukuhan Duta Buruh Migran, di Gedung Joang, Jakarta, Kamis (13/7). "Pemerintah harus lebih bersikap proaktif memberikan perlindungan terhadap warganya, ini bisa dilakukan melalui perjanjian internasional," katanya.
Menurutnya, buruh migran telah memberikan kontribusi pemasukan terbesar nomor dua setelah pemasukan dari migas, bahkan pada tahun 2000-2004 lalu Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menargetkan mengirim 560 ribu pekerja migran keluar negeri secara legal, meskipun jumlah yang ilegal masih lebih banyakdari angka tersebut.
Lebih lanjut Lotte mengatakan, meskipun telah memberikan kontribusi pemasukan yang besar bagi negara, namun kondisi pekerja migran asal Indonesia masih lebih memprihatinkan dari pekerja asal Philipina.
"Kalau ingin mencari tahu siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas masalah ini, yang muncul malah saling menyalahkan,"ujarnya.
Ia menambahkan, menghadapi kondisi terburuk ini seharusnya buruh migran Indonesia lebih siap menghadapinya dengan cara memperkaya informasi tentang hak-hak dan situasi yang akan mereka hadapi, mengingat banyaknya perlakukan sewenang-wenang yang menimpa buruh migran Indonesia.(novel)