Kejaksaan Agung menyiapkan sejumlah tenaga ahli yang terdiri dari jaksa lulusan S2, menyusul ditandatanganinya perjanjian ekstradisi RI-Singapura hari ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Plt Jampidsus Hendarman Supandji kepada pers, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jum’at (27/4).
Menurutnya, jaksa-jaksa S2 yang disiapkan itu pernah mengikut secara seksama masalah ekstradisi dan mutual legal assistance (MLA).
"Kejaksaan sudah mempersiapkan seandainya hari ini sudah ditandatangani, kemudian diratifikasi, kita akan mempelajarinya dulu, " ujarnya.
Lebih lanjut Hendarman menjelaskan, daftar koruptor yang dimiliki oleh pihak kejaksaan sampai saat ini ada sekitar 15-20 orang, di antaranya sudah lari keluar negeri, termasuk Singapura.
"Kalau perjanjian ekstradisi sudah dilaksanakan akan diurus secara bertahap, mungkin saja ada tambahannya, "imbuhnya.
Sebelumnya Hendarman menyatakan, perjanjian ekstradisi yang menyangkut pelarian para koruptor perlu diperjelas, sehingga dapat dipersiapkan para ahli yang lebih mengetahui masalah tersebut.
Singapura Diminta Kooperatif
Sementara itu, Mabes Polri berharap negara Singapura bisa lebih kooperatif setelah penandatanganan perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.
"Sejauh ini Singapura tidak kooperatif, kalau sudah berkaitan dengan kasus buronan keuangan atau ekonomi, " tegas Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol. Sisno Adiwinoto, di Mabes Polri, Jakarta.
Menurutnya, polri tidak akan membentuk tim khusus untuk menyusul pengesahan perjanjian ekstradisi RI-Singapura.
Sisno mengaku, saat ini ada beberapa buronan yang menjadi prioritas untuk dibawa ke Indonesia, salah satunya Maria Pauline Lumowa buronan dalam kasus LC fiktif BNI.
"Buronan Polri yang ke Singapura hanya beberapa saja, lebih banyak buronan kejaksaan, " tukasnya.
Ia menambahkan, untuk menangkap para buronan yang lari ke luar negeri, polisi tidak hanya mengandalkan ekstradisi, sebab saat ini polisi sudah bekerjasama dengan polisi asing, di antaranya melalui interpol, Aseanapol, dan mutual legal assistance. (novel)