Peringatan Darurat!, Ferdinand: Supaya Bangsa Tidak Rusak, Mungkin Revolusi Jawabannya

eramuslim.com – Politikus PDIP, Ferdinand Hutahaean, memberikan tanggapannya terkait isu revisi Undang-Undang (UU) Pilkada yang semakin memanas.

Menurutnya, langkah DPR yang tampaknya ingin mengeluarkan UU baru yang berbeda dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK), adalah upaya yang mencerminkan kepentingan politik tertentu.

“Saya pikir memang tampaknya DPR ingin sekali membuat UU baru, aturan baru, yang jadi menganulir putusan MK dengan melahirkan sebuah UU baru yang berbeda,” ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Rabu (21/8/2024).

Ferdinand menaruh rasa curiga bahwa revisi UU Pilkada itu nantinya kan memuluskan rencana Presiden Jokowi dalam menguasai perpolitikan Indonesia. “Jadi ini terlihat jelas bahwa kepentingan mereka adalah memuluskan niat dan rancangan politik Jokowi yang ingin membuat anaknya,” ucapnya.

Ferdinand menilai bahwa revisi UU Pilkada ini dilakukan untuk membuka jalan bagi anak-anak Jokowi, terutama terkait batas usia calon gubernur yang saat ini dianggap menutup peluang bagi Kaesang Pangarep, putra Jokowi.

“Muaranya akan ke sana semua, publik akan melihat ini adalah kepentingan politik Jokowi untuk anak-anaknya. Karena, sesuatu yang paling prinsip di sini adalah batas usia Cagub yang menutup peluang Kaesang,” sebutnya.

Ia juga menyinggung adanya potensi dendam politik pribadi Jokowi terhadap PDIP, yang mungkin mempengaruhi keputusan untuk meninggalkan partai tersebut di luar koalisi besar dan menghalangi peluang mereka memajukan calon sendiri.

Ferdinand mengungkapkan bahwa anggota DPR saat ini mayoritas dikuasai oleh kelompok Koalisi Indonesia Maju (KIM).

“Sepertinya ada dendam politik pribadi yang ingin dilampiaskan Jokowi kepada PDIP, dengan meninggalkannya sendirian di luar koalisi sehingga tidak bisa memajukan calon,” Ferdinand menuturkan.

Ferdinand mengkritik keras DPR, yang menurutnya, sudah tidak lagi menghormati konstitusi dan hukum negara. “Jadi kalau DPR akan melakukan itu, saya pikir DPR sama sekali sudah menjadi lembaga bobrok,” lanjutnya.

Ia menyebut DPR sebagai lembaga yang kini lebih pantas diawasi ketimbang menjadi pengawas pemerintah, mengingat tindakan mereka yang dianggap merusak tatanan hukum dengan sengaja.

“(DPR) Tidak lagi menghormati konstitusi, UU, tatanan hukum di negara kita. Negara kita bukan lagi negara hukum. Tetapi negara politik parlementer. Ini yang sangat mengecewakan bagi saya,” cetusnya.

 

 

 

Beri Komentar