eramuslim.com – Imam Masjid Islami Center di New Yourk Amerika Serikat (AS), Shamsi Ali merespon pernyataan pengamat Intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati yang menyebut ciri radikalisme adalah tidak hafal nama Menteri, Partai dan belajar Bahasa Arab.
Shamsi Ali menilai, cara pandang Susaningtyas seperti bukan seorang pengamat. Tetap seperti anak jalanan. Menurutnya pikiran Susaningtyas pendek dan sempit.
“Saya malu dengan cara pandang seorang yang disebut “pengamat. Tapi cara melihat masalah tak lebih dari anak jalanan,” ujar Shamsi Ali di Twitter-nya, @ShamsiAli2, Kamis (9/9/2021).
“Sempit, pendek, tidak bermutu bahkan memalukan benarkah moderasi atau radikalisme diukur dengan foto dan hafal nama? Benarkah sebuah bahasa indikator radikalisme,” sambungnya.
Shamsi Ali merasa aneh ketika tidak hafal nama-nama menteri disebut sebagai ciri radikalisme.
“Saya tidak mengenal seorang Presiden/Wapres atau Menteri dari sekedar nama dan foto. Tapi dari karya, pengabdian dan keberhasilan dalam mewujudkan kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Bukan sekedar foto yang dipajang sana sini. Atau nama yang diiklankan di media,” ujarnya.
Dia juga menyinggung cara pandang Susaningtyas yang menganggap belajar bahasa Arab adalah ciri radikalisme. Menurutnya, bahasa itu netral. Orang tahu bahasa China dan Rusia bukan berarti dia komunis. Begitupun orang yang tahu bahasa Arab bukan artinya dia teroris.
“Bahasa itu netral…apakah kalau Anda berbahasa China atau Rusia lalu terindikasi komunisme! Apakah karena bahasa dominan saya keseharian lalu saya kapitalis? Fir’aun itu tidak berbahasa Arab. Iya Abu Jahal memang bahasa Arab. Tapi kami menyukainya bukan Arabnya..Tapi Quran/sunnah,” papar Imam Shamsi Ali.
“So kalau tidak ada lagi pendapat/opini yang baik untuk dijual, opini yang bisa membangun kebersamaan dan harmoni antar manusia, shut up your mouth, jangan terlalu banyak mengumbar kebodohan atas mana kepintaran. Tapi jangan-jangan itu eksposur mentalitas anda,” pungkasnya.