Penyelundupan Mobil Mewah di Batam Rugikan Negara Rp 42, 9 Miliar

Pemerintah, DPR dan KPK diminta segera menuntaskan dugaan kasus penyelundupan mobil mewah yang masuk lewat Batam karena penyelundupan itu merugikan negara dari sektor pemasukan pajak barang mewah (PPNBM). Demikian diungkapkan Julius Irawansyah dan Yacob Sucipto pengusaha mobil di Batam, saat jumpa pers di gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/4), sebelum bertemu Komisi III DPR untuk melaporkan dugaan penyelundupan mobil mewah tersebut.

Menurut Julius, saat ini sudah hampir 429 mobil mewah berkeliaran di Batam dengan menggunakan surat palsu, tanpa dikenai pajak. Padahal dalam PP no. 63/2005 mengenai bea masuk mobil mewah di Batam semua kendaraan dikenai pajak. Tapi pada kenyataannya banyak mobil mewah yang beredar di Batam, tanpa dikenai pajak. Hal ini telah merugikan negara mencapai Rp 42,9 miliar.

Ditaksir mobil yang beredar di Batam antara lain BMW, Toyota Alphard, Toyota Harrier dan Mercy. Irwansyah mengatakan, beredarnya mobil mewah tanpa membayar pajak kepada negara, disinyalir karena adanya keterlibatan aparat berwenang di Batam.

Ia menyatakan, aparat yang disinyalir terlibat tidak hanya dari institusi kantor Samsat Bersama, tetapi juga aparat dari Satlantas Poltabes Barelang. “Sebab, tidak mungkin mobil-mobil mewah itu bisa beredar hanya karena kerja aparat dari satu institusi saja. Sebab, ketika mobil mewah itu beredar tentunya sudah harus memiliki STNK yang dikeluarkan oleh Poltabes Barelang,” ujar Irawansyah.

Ditambahkannya, saat ini polisi telah hanya menahan lima aparat oknum Samsat Batam yang berasal dari unsur Dinas Pendapatan Daerah. Padahal banyak pejabat lain yang juga ikut terlibat. Kelimanya ditahan karena diduga melakukan praktik penyelundupan dan penggelapan pajak untuk 20 unit mobil mewah. “Kalau memang polisi serius, kenapa hanya 20 unit mobil itu saja yang ditahan. Kalau yang 429 unit itu ditangkap itu kan sudah bisa memasukkan uang ke kas negara,” tandasnya.

Sementara itu Jacob Sutjipto menjelaskan, PP no 63/2003 terlalu mendadak padahal kondisi di Batam belum siap. Sehingga banyak mobil tahun 2005 yang seharusnya dikenai pajak, tapi kenyataannya tidak dikenai pajak. “Mobil yang tidak dikenai pajak itu seri X, tapi setelah turun PPl banyak mobil menggunakan seri X padahal mobil itu harus dikenai pajak,” katanya.

Berarti ada upaya terorganisir untuk melakukan penggelapan surat dari pihak pejabat di Batam. Dengan kasus itu, banyak pengusaha mobil yang dirugikan. “Para pedagang mobil di kenai pajak besar, sedangkan di Batam banyak mobil ilegal keluaran 2005 tanpa dikenai pajak,” ujarnya.

Pihaknya juga merasa kecewa dengan sikap pemerintah pusat dan daerah yang tidak proaktif dalam mengusut penyelundupan mobil ilegal yang tidak hanya merugakan para pengusaha mobil tetapi juga pemerintah dirugikan miliaran rupiah akibat ulah para penyelundup. (dina)