Penyebutan Megapolitan bagi Jakarta Tak Diperlukan

Kalangan anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Megapolitan mengusulkan agar penyebutan Megapolitan untuk kota Jakarta dicabut. Pasalnya, penggunaan kata tersebut menjadi ganjalan psikologis penyelesaian UU ini.

Anggota Pansus Sayuti Asythari dari F-PAN mengatakan, di kalangan masyarakat telah terjadi kesalahpahaman dalam menafsirkan megapolitan. Dampaknya disharmonisasi DKI Jakarta dan daerah yang menjadi irisannya. Kata ini mengesankan adanya pencaplokan atas wilayah Bogor, Tangerang, Bekasi, Cianjur.

‘’Masalah ini harus diluruskan dengan menghapus kata megapolitan. Dengan begitu muncul kesadaran bersama, bahwa UU ini sebenarnya untuk mensinergikan Jakarta dengan daerah sekitarnya,’’ katanya di gedung MPR/DPR, Rabu (21/6).

Ditegaskannya, tanpa ada kata megapolitan sebenarnya DKI Jakarta sudah menjadi kawasan megapolitan dan hal terpenting dari RUU Megapolitan, bukan pada penyebutan Jakarta sebagai megapolitan. Tapi lebih pada substansi, bahwa UU ini mengatur tentang posisi Jakarta sebagai ibukota negara, serta integrasi fungsional Jakarta dengan kawasan sekitarnya.

Hal serupa disampaikan anggota Pansus RUU Megapolitan dari FPKS Jazuli Juwaini. Menurutnya, penyebutan megapolitan mengesankan adanya pencaplokan terhadap daerah lain di sekitar Jakarta, yakni Bogor, Tangerang, Bekasi, Cianjur.

‘’Saya setuju itu. Penyebutan megapolitan memunculkan citra adanya pencaplokan wilayah,’’ ujar Jazuli.

Ia menambahkan, tanpa adanya kerjasama dengan daerah lain di sekitar Jakarta, kondisi ibukota negara akan ruwet. Alasannya, masyarakat menilai Jakarta identik dengan kesemrawutan, sampah, maupun banjir, dan masalah sosial lainnya. Padahal, masalah-masalah tersebut harus diselesaikan lebih dulu.

Dalam pembahasan RUU Megapolitan, Jazuli mengkritik banyaknya Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dalam proses persidangan. Sudah dua kali masa persidangan, namum pembahasan RUU ini belum melangkah ke proses lain. ‘’Untuk RDPU dengan Pemda sudah beberapakali dilakukan. Mestinya kan sekali saja. Kalau masih ada masukan maka bisa dilakukan secara tertulis,’’ tandas dia. (dina)