Penyair Taufiq Ismail dan beberapa artis, seperti Titi Qadarsih, Anne Rufaedah, Wirianingsih, Rahma Safitri, Yusroh, dan lain-lain yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Anak Bangsa (ASA) Indonesia mendukung diterbitkannya UU APP. Menurut mereka, UU APP penting dan diperlukan karena melihat dampak pornografi dan pornoaksi yang mengakibatkan banyaknya kekerasan seksual terhadap anak-anak.
Taufiq Ismail menjelaskan, sebuah karya tulis atau gambar dinilai seni apabila hasil karya itu diperlihatkan di depan keluarga si penulis dan si pembuat gambar, mereka tidak merasa malu atau risih.
“Kalau anda merasa malu, risih, tidak pantas, tidak etis, tidak jijik, muak, dan merupakan asusila dengan karyanya itu, berarti itu porno,” ujar Taufik dalam diskusi “Selamatkan Anak Bangsa dari Pornografi dan Pornoaksi” bersama Pansus RUU APP DPD RI Eni Khaerani dan Mokhtar Na’im di Gedung DPD RI Jakarta, Kamis (27/4).
Oleh karena itu, bila si penulis atau pembuat foto-foto di majalah mesum dunia dengan topeng artistik seperti Playboy, bila tak malu maka gambar-gamabr wanita model itu diganti dengan foto ibu, adik perempuan, dan keluarganya perempuannya sendiri untuk dieksploitasi.
”Untung saja Playboy diprotes. Sebab, kalau berhasil maka akan berderet antri masuk lagi majalah-majalah fundamentalis syahwat merdeka seperti Penthouse, Hustler, Celebrity Skin, Cheri, Swank, Velvet, Cherry Pop. XXXTeen dan seterusnya ke negeri ini.”
Menurutnya, pelaku dan korban perkosaan akhir-akhir ini banyak di antaranya adalah anak-anak. Setelah diidenfikasi dan klasifikasi, mereka menjadi korban karena setelah nonton film porno dan sebagainya.
“Merayu orang dewasa takut, mendekati PSK tidak punya uang, dan akhirnya memerkosa anak-anak perempuan. Dampak selanjutnya baik di kalangan dewasa maupun anak-anak,” kata Taufiq Ismail.
Akibat selanjutnya, sambungnya, adalah aborsi, prostitusi, penularan AIDS dan semacamnya berbarengan dengan meningkatnya penggunaan alkohol, narkoba, kriminalitas, perampokan, korupsi ddl yang tidak kalah destriktifnya.
Musibah sosial tersebut, kritik Taufiq Ismail, tidak pernah dipikirkan oleh penulis maupun penerbit. Karena itu pula mereka memproduksi bisnis syahwat sebesar-besarnya.
Destruksi sosial yang dilakukan penulis dan penerbit syahwat itu beranak-pinak dengan destruksi yang dilakukan produsesn-pengedar-pembajak-pengecer VCD porno yang beredar 20 juta keping dengan harga hanya Rp 3.000,- padahal dulu Rp 30.000,-. “Semua itu rentetan destruksi sosial yang meluluhlantakkan moralitas anak-anak bangsa akhir-akhir ini,” tutur Taufiq.
DPD RI sendiri secara resmi telah membuat rekomendasi dukungan terhadap RUU APP tersebut. Menurut anggota DPD RI Eni Khaerani, keputusan itu diambil setelah mendengar dan mengakomodir aspirasi masyarakat daerah selama beberapa bulan terakhir ini. (dina)