Penolak RUU APP Ancam Ketua Pansus

Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Ratna Sarumpaet dan sejumlah artis dan aktris, antara lain, Rieke Diyah Pitaloka, Franky Sahilatua, dan beberapa pengacara yang tergabung ke dalam Aliansi Bhinneka Tungal Ika Kamis (4/5) kembali mendatangi Ketua DPR RI Agung Laksono dan Ketua Pansus RUU Antipornografi dan Pornoaksi (APP) Balkan Kaplale di Gedung MPR/DPR RI Jakarta. Mereka menolak diundangkannya RUU APP menjadi UU karena dianggap akan berpotensi penyeragaman budaya dan mengancam desintegrasi bangsa.

Selain menyampaikan uneg-unegnya, dalam pertemuan itu mereka juga mengancaman Ketua Pansus RUU APP Balkan Kaplale. Saut Siagian, pengacara penolak RUU APP mengancam menuntut Balkan ke pengadilan secara hukum.

“Kami sedang memproses tuntutan kepada saudara Balkan karena pernah mengatakan bahwa yang menolak RUU APP itu berarti tidak beragama. Kami sangat menyesal terhadap pernyataan itu dan kami akan menuntut,” ujar dia mengancam.

Mendapat ancaman dari kelompok pronografi, Ketua Pansus RUU APP Balkan Kaplale dengan senyum mengakui telah tiga kali bertemu dengan Ratna Sarumpaet itu. Ia pun membawa naskah RUU APP yang telah dibacakan di Pansus APP DPR.

Balkan berharap Ratna membaca terlebih dahulu sebelum terus demo dan menolak RUU APP tersebut. Mendengar itu Ratna Sarumpaet langsung meminta Balkan membacanya saja daripada menunggu lama. Balkan kemudian memberikan copy-nya pada Aliansi Bhineka Tunggal Ika itu.

Balkan pun tetap dengan senyum mempersilakan gugatan tersebut. “Ya, silakan saja. Kami siap menghadapi. Yang jelas sampai hari ini 85 persen fraksi-fraksi di Pansus DPR RI mendukung segera disahkannya RUU APP ini menjadi UU,” sambung dia.

Sementara itu, Agung Laksono kembali menegaskan akan memperhatikan suara yang menolak dan mereka yang mayoritas mendukung. “Nantinya, jika ternyata mayoritas mendukung maka mereka yang menolak juga harus menerima. Yang pasti sebuah UU itu diputuskan agar terciptanya situasi dan kondisi bangsa yang aman, sejahtera, tentram dan damai. Karena itu jika sebuah UU memicu dan menimbulkan konflik maka sebaiknya dibatalkan,” saran Agung.

Menurut Agung, RUU tersebut disusun pasti berdasarkan unsur-unsur dan landasan hukum dan mengakomodir semua aspirasi yang ada. Untuk itu jika ada kelompok-kelompok yang menolak maupun mendukung seharusnya disampaikan dengan cara-cara yang sopan sesuai aturan yang ada. “Dan, bukannya dengan cara-cara anarkis dan saling mengancam. Mungkin akan ada perubahan-perubahan sedikit terhadap RUU APP itu,” sambungnya.

Tak puas dengan penjelasan Balkan dan Agung, Ratna Sarumapaet dan Rossa Damayanti pun lalu menyela agar DPR RI tidak mengetuk palu begitu saja karena ada kelompok-kelompok yang menolak. Mereka beranggapan Juni 2006 ini DPR akan mengesahkan RUU APP menjadi UU. “Yang pasti, DPR RI tidak mempunyai target waktu dalam menyusun UU termasuk RUU APP,” cecarnya. (dina)