Penggusuran ala Ahok Adalah Pembodohan, Yang Tetap Dukung Ahok Berarti…

ahok cinaEramuslim.com – Penggusuran paksa di sejumlah titik wilayah DKI Jakarta sejak Januari hingga Agustus 2015 lalu telah mengakibatkan dampak traumatis terhadap para korban penggusuran. Hal itu lantaran mereka telah kehilangan tempat tinggalnya yang telah dihuni selama puluhan tahun. Ahok sama sekali tidak mengindahkan sisi sosiologis manusia dengan tempat tinggalnya, yang sebenarnya sah secara hukum dihuni, karena mereka membayar PBB dan pajak lainnya.

Warga Bidaracina yang mengalami penggusuran, Robintang Panggabean, mengatakan tindakan pemerintah DKI yang melakukan penggusuran paksa tanpa didahului dengan sosialisasi memadai, dan memaksa warga untuk tinggal di rumah susun sewa bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia yang termuat dalam komentar umum PBB nomor 7 tahun 1997 pasal 11. Dalam aturan tersebut disampaikan bahwa pihak yang melakukan penggusuran tidak boleh mempergunakan upaya kekerasan yang berlebihan.

“Penggusuran ini telah membuat rakyat tidak terlindung, menurunkan kesejahteraan dan memberi stigma bahwa warga yang digusur adalah warga liar. Tentu hal ini adalah bentuk pembodohan dan pengingkaran pada kebenaran,” ujar dia dalam konferensi pers Forum Korban Penggusuran Jakarta (FKPJ), di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta (4/10).

Forum FKPJ terdiri dari para warga di 15 wilayah yakni warga Ancol, Bidaracina, Bukit Duri, Jatinegara Kaum, Kali Apuran, Kali Sekretaris, Kamal Muara, Kampung Pulo, Muara Baru, Papanggo, Pinangsia, Prumpung, Rajawali Selatan, Rajawati, dan Rusun Pesakih. Pada kesempatan ini, Forum FKPJ menuntut tiga (3) tuntutan untuk Gubernur DKI Jakarta. Pertama, menuntut pemberhentian proses penggusuran paksa. Kedua, menuntut adanya sosialisasi atau musyawarah yang SETARA antara warga dan pemerintah. Ketiga, menuntut pemulihan hak-hak korban yang telah tergusur.

Forum ini akan turut melakukan aksi unjuk rasa hari ini di depan Kantor Ahok. Banyak di antara mereka ingin memiliki pemimpin Jakarta yang baru, yang jauh lebih cerdas, beretika, dan bijaksana, dalam membangun ibukota yang berkemanusiaan, bukan bercukongan. (ts)