Penggunaan Anggaran Pendidikan Rawan KKN

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta mengawasi dengan serius dan sungguh-sungguh kinerja Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) terkait dengan kenaikan anggaran pendidikan. Pasalnya, terbuka peluang penggunaan anggaran tersebut tidak terarah, boros, dan rawan KKN.

"Kinerja akuntabilitas penggunaan dana itu harus benar-benar diaudit. Sebab, masih banyak yang perlu dilakukan pemerintah, dalam pemenuhan hak pendidikan bagi rakyat, " kata Koordinator Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan kepada pers, di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (2/5).

Ditegaskannya, anggaran pendidikan tahun ini sebasar 11, 8 persen dari APBN, sangat terbuka peluang bagi sejumlah oknum di Depdiknas ataupun di daerah untuk memboroskan keuangan negara.

Ia mengungkapkan, tahun 2007 saja, dari Rp 43, 5 triliun anggaran pendidikan, 25 persen dihabiskan untuk birokrasi, bukan pada peningkatan mutu pendidikan. "Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, dana banyak digunakan untuk program tidak jelas, di antaranya penyediaan voucher pendidikan, " katanya kecewa.

ICW mengingatkan Presiden SBY, agar kebijakan pembiayaan pendidikan, Misalnya dalam kasus voucher pendidikan, tidak terulang kembali, dan harus dikontrol serius terkait pengeluaran anggaran tersebut.

"Jangan sampai ada pihak-pihak yang memanfaatkan besarnya anggaran pendidikan, lalu diarahkan pada kesejahteraan birokrasi di departemen itu saja, bukan pada kesejahteraan rakyat. Padahal setiap departemen yang ada, harus melayani rakyat, " ungkapnya.

Ia menambahkan, ICW pun meminta pemerintah benar-benar meninjau kebijakan pembiayaan pendidikan, agar jauh dari motif-motif politik dan motif lainnya, yang tidak ada sangkut pautnya dengan peningkatan mutu pendidikan nasional.

Pihaknya juga mendesak agar dalam perencanaan pembiayaan pendidikan, Depdiknas perlu mengurangi peranannya dalam menentukan alokasi, peruntukan dan penggunaan anggaran.

"Ini mengingat yang mengetahui kondisi di lapangan para stakeholders pendidikan, seperti instansi terkait di tingkat Dinas, Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah. Jadi, kebutuhan pembiayaan pendidikan perlu didorong dari bawah, bukan muncul dari atas, " tandas dia.

Selain itu, DPR, khususnya komisi X harus mengembalikan posisinya sebagai lembaga legislatif yang memiliki fungsi utama mengawasi pelaksanaan kebijakan pendidikan, agar dapat meredam berbagai bentuk penyimpangan.

"Bukan sebaliknya menjadi bagian dari eksekutif, karena telah membantu Depdiknas dalam menyalurkan voucher pendidikan ke berbagai sekolah, yang pernah terjadi beberapa waktu lalu. Jika terjadi seperti itu, akan membahayakan fungsi check and balances, " imbuhnya.

Sebelumnya, Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan, anggaran pendidikan tahun depan dipastikan meningkat. Namun, dirinya tidak mau merinci besaran kenaikan tersebut. (dina)