Isu pengesahan RUU Anti Intelijen dan RUU Kemanan Nasional kian memanas. Kebijakan yang akan memberikan peran luas intelejen untuk melakukan eksekusi ini akan berdampak paling signifikan kepada umat Islam.
Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KONTRAS), Haris Azhar, di sela-sela acara Halaqon Islam dan Peradaban HTI, Minggu, 17/7/2011, di Wisma Antara.
“Jika UU ini diberlakukan maka 87 % Muslim di Indonesia akan menjadi korban.” katanya
Ucapan Haris itu berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan pemerintah di zaman Soeharto. Oleh karena itu, Haris mengajak masyarakat untuk tidak melupakan sejarah.
Ia mengkhwatirkan bahwa kejadiaan pada masa Orba bisa berulang, meningat keluaasan peran yang dimiliki intelijen sebagai alat kekuasaan negara banyak memakan korban dari kalangan umat terbesar di Indonesia ini.
“Dilihat dari sejarahnya, maka kasus Tanjung Priuk dan Talang sari bisa terulang. Padahal mereka (umat Islam) hanya tulus beribadah, tapi dituduh mau membuat Negara Islam.” tambahnya mengingatkan
Akhirnya ia melihat bahwa dua RUU ini sangat dipaksakan. Perumusan RUU Intelejen sendiri juga tidak menyertakan partisipasi publik yang sah diatur pada UU No 10/2004.
"RUU ini akan cacat, karena tidak ada partisipasi publik. Saya ke daerah-daerah, masyarakat tidak ada yang tahu RUU ini." ungkapnya kecewa
Sebelumnya beberapa anggota DPR-RI memastikan Rancangan Undang Undang (RUU) Intelijen dan RUU Keamanan Nasional (Kamnas) belum akan disahkan pada masa persidangan paripurna DPR RI.
Alasan penolakan dari para legislator terhadap dua RUU itu menurut karena tidak mengatur secara terperinci ketentuan yang akan diundangkan. (pz)