Aliran dana non-budgeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) ke berbagai pihak merupakan bukti amburadulnya pengelolaan keuangan negara.
Hal itu disampaikan Ketua Departemen Hukum dan Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Abdullah dalam diskusi bertajuk "Penegakan Hukum Dalam Penyelesaian DKP" di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya, Jakarta, Kamis (28/6)
Guna mengatasi dan mencegah terulanganya kasus serupa, ia mendesak agar upaya penegakan hukum diutamakan. "Pembenahan hukum di Indonesia harus jadi prioritas untuk menuntaskan kasus ini. Bukan kompromi politik yang diutamakan, " saran Abdullah.
Ditegaskannya, untuk menyelesaikan kasus ini dibutuhkan dukungan moral masyarakat, sehingga pengawasan dan pengelolaan uang negara ke depannya dapat dimonitor dan dikelola dengan baik. "Aparat penegak hukum baik polri, mapun KPK harus tetap memproses kasus DKP ini, " imbuhnya.
Sementara Ketua Komisi Yudisial (KY), Busyro Muqoddas, mengakui, jika penegakkan hukum di tanah air, masih tebang pilih. "Selain itu, banyak keputusan hakim yang tidak cerdas, " ujar dia.
Contohnya, kata dia, terbukti dengan belum adanya pelaku kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diseret ke pengadilan. Misalnya juga kasus Adelin Lis yang terkait kasus pembalakkan hutan namun dibebaskan melalui keputusan pengadilan.
"Kendati demikian masih ada juga hakim di tanah air, yang masih memiliki kecerdasan dalam mengeluarkan putusan, " imbuhnya. (dina)