Koordinator Program Pusat Reformasi Pemilu (Center for Electerol Reform/Cetro), Diman Simanjuntak menyatakan, bantuan dana terhadap partai politik (Parpol) dari negara harus segera dihentikan. Alasannya, mayoritas parpol terbukti disfungsi dan tidak akuntabel terhadap uang rakyat yang telah mereka terima melalui APBN dan APBD.
"Sekarang ini daripada membuat perusahaan, ada orang yang berfikir lebih baik mendirikan Parpol. Ini yang harus dicegah. Parpol harus mandiri supaya men-discourage (tidak mendorong -red) orang-orang iseng untuk membuat Parpol jika tidak ada dukungan besar masyarakat," ujar Diman kepada pers, di Jakarta, Selasa (19/12).
Dijelaskannya, kalangan tertentu di masyarakat sudah lama memanfaatkan celah bantuan negara bagi parpol itu dengan lebih bersemangat mendirikan parpol daripada perusahaan. "Kita hentikan saja subsidi negara kepada Parpol yang tahunan itu. Jadi kita mengharapkan mereka (Parpol) bisa mandiri dan tidak tergantung pada negara," saran dia.
Menurut Diman, hasil kajian dan evaluasi Cetro sejak 2004 menyimpulkan bahwa masyarakat miskin Indonesia yang jumlahnya mencapai 108 juta orang telah menyubsidi parpol melalui APBN dan APBD, namun hanya segelintir Parpol yang membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut.
Dana yang diterima parpol sangat besar, yakni Rp 21 juta per kursi di DPR. Dana negara itu juga diterima parpol-parpol di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, katanya. "Artinya, yang membiayai parpol adalah masyarakat melalui APBN dan APBD. Kita tahu masyarakat kita yang miskin, yakni yang hidup dengan pendapatan di bawah dua dolar AS mencapai 108 juta orang. Masyarakat miskin kita inilah yang membiayai Parpol-Parpol yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya," papar dia.
Wacana perlu dan tidaknya parpol mendapatkan bantuan dana dari negara kembali mengemuka setelah Ketua Umum Partai Bela Negara (PBN) Eddy Hartawan membuat penegasan bahwa pemerintah tidak perlu memberikan bantuan dana kepada parpol. Alasanya, kata Eddy Hartawan, "Parpol adalah tempat untuk berjuang bukan mencari uang." (dina)