Bukan hanya itu, lanjut Fachry, pada hal lain Yudi terlihat terpukul -setidaknya kaget– ketika ada Ketua Dewan Pengarah BPIP, Megawati Soekarnoputri, dalam sebuah kesempatan mengatakan Pancasila adalah ideologi yang tertutup. Ini jelas menghentaknya, sebab dari dulu baik Cak Nur (DR Nurcholish Madjid), bahkan Suharto mengatakan hal sebaliknya.
”Mendiang Cak Nur yang jadi senior sekaligus guru Yudi Latif mengatakan, Pancasila itu ideologi terbuka. Dan Pak Harto di zaman Orde baru juga mengatakan hal yang sama. Bila menjadi ideologi terbuka maka Pancasila itu masih dapat untuk ditafsirkan. Berbeda bila dijadikan ideologi tertutup yang itu artinya Pancasila tak bisa ditafsirkan lagi. Saya kira itu salah satu konteknya mengapa Yudi sampai seperti itu,” tegas Fachry.
Selain ity, Yudi juga jengah akan polemik gaji dan fungsi BPIP. Dia tidak membayangkan polemik akan riuh seperti itu. Apalagi selama ini Yudi adalah bukan orang pencari gaji. Jadi dia memilih dan memutuskan untuk menepi dari hiruk pikuk serta menghindar dari jebakan yang terjadi.
”Yudi itu cendikiawan yang tulus. Atas sikapnya itulah dia memilih mundur,” tegas Fachry Ali.
Seperti diketahui, cendikiawan muda lain, seperti pakar hukum Pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengaku tidak heran dengan keputusan Yudi Latif yang memilih mundur sebagai Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP). Yudi diketahui mundur terhitung sejak Kamis (7/6) atau tepat setahun sejak Yudi dilantik menjadi Kepala Unit Kerja Presiden-Pembina Ideoogi Pancasila (UKP-PIP).
“Yudi Latief mundur? Saya tidak kaget. Seorang moralis seperti dia tak akan betah berlama-lama di suatu lembaga semacam BPIP,” kata Refly melalui cuitannya di akun Twitter yang telah dikonfirmasi oleh Republika, Jumat (8/6).