Eramuslim – Pengamat sosial keagamaan, Fachry Ali, mengatakan apa yang dilakukan Yudi Latif mundur dari Ketua BPIP sudah benar. Dia jelas tak ingin menjadi alat indoktrinasi politik atas ideologi bangsa, yakni Pancasila.
Yang dia lakukan itu cermin dari tindakan ‘ketulusan intelektual’ yang dilakukan selaku seorang cendikiawan. Saya tak kaget atas pilihannya untuk mundur. Dia memang menolak dijadikan alat indoktrinasi politik,” kata Fachry Ali, kepada Republika, Jumat (8/6).
Fachri lebih lanjut menceritakan pertemuannya dengan Yudi Latif di awal ketika dia baru menjabat, Yudi dilantik sebagai Kepala Unit Kerja Presiden-Pembina Ideoogi Pancasila (UKP-PIP). Pertemuan itu terjadi di sebuah stasiun televisi ketika hendak melakukan ‘talk show’.
”Saat itu saya hanya mengatakan, Yud belajarlah pada sosok dan kasus yang menimpa Pak Ruslan Abdul Gani dulu. Kamu jangan seperti dia,” kata Fachry yang juga menjadi sosok yang dituakan atau ‘senior’ dari Yudi Latif.
Ruslan Abdul Gani selaku mantan pejuang pelaku pertempuran 10 November 1945 di zaman Sukarno sempat menjadi menteri luar negeri. Sedangkan di zaman Orde baru menjadi sosok yang sangat dihormati. Berkat posisi uniknya itu, di zaman Sukarno dijadikan sosok pelegitimasi idiologi Pancasila ala Orde Lama, dan di zaman Suharto menjadi sosok pelegitimasi idiologi Pancasila model rezim Orde Baru.
”Saya mengatakan agar Yudi jangan seperti itu. Dia harus mampu menerangkan Pancasila agar bisa masuk dalam pikiran dan bahasa kaum cendikiawan. Sebab, dia ada kelompok kaum cendikiawan. Setelah melakukan hal itu, ide soal Pancasila baru disebarkan ke masyarakat. Dan saya tahu dia mampu melakukannya dan tepat untuk itu,” katanya lagi.