Pengamat politik dari Universitas Indonesia Prof Maswadi Rauf menjelaskan, pegawai negeri sipil (PNS) selalu menjadi obyek politik yang menarik bagi partai politik, (Parpol).
Menurutnya, setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan PNS menjadi incaran parpol, yaitu kualitas SDM-nya, pengaruh PNS dalam masyarakat dan orang-orang di lingkungan PNS yang jumlahnya sangat signifikan.
“Berdasarkan pengalaman di masa Orde Baru, PNS menjadi salah satu penentu kemenangan Golkar selama ini, ” kata Maswadi Rauf dalam diskusi dialetika dengan tema "Birokrasi dan Parpol" di Gedung MPR/DPR, Jumat (12/1).
Maswadi mengungkapkan hal itu terkait dengan pembentukan Balitbang Kekaryaan yang melibatkan sejumlah PNS dan pejabat negara yang dilarang berpolitik praktis, seperti Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution, Deputi Senior Gubernur BI Miranda Gultom dan sejumlah profesor yang tercatat sebagai PNS.
Maswadi menambahkan, sejak reformasi 1999, dengan keluarnya UU No 43 Tahun 1999, anggota PNS dilarang menjadi anggota dan pengurus partai politik. Dengan UU itu, anggota PNS harus netral terhadap semua partai politik.
Tapi, katannya, netralitas PNS tersebut banyak kekaburan. Tidak diatur secara tegas apa yang boleh dan tidak. Netralitas PNS itu banyak menimbulkan penafsiran yang berbeda sehingga terjadi pelanggaran.
Maswadi mencontohkan, dalam pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Pemilu 2004 lalu. Bagi anggota PNS yang maju menjadi calon anggota DPD harus terlebih dahulu menggundurkan diri jadi PNS. “Tapi pada kenyataannya, banyak calon anggota DPD dari PNS yang tidak terpilih kembali aktif menjadi PNS. Ini aturan yang tidak jelas dan tegas, ” paparnya.
Ia mengakui, anggota PNS punya potensi bagi kemenangan sebuah partai politik dalam Pemilu, karena kualitas SDM-nya yang bagus, pengaruh PNS yang begitu besar di masyarakat dan orang-orang di sekitarnya yang jumlah mencapai 20 juta orang.
“PNS obyek politik yang menarik, seperti pengalaman Golkar selama ini. Namun selama 7 tahun ini, sejak reformasi 1999, PNS dilarang berpolitik. Sejak itu PNS selalu menjadi bulan-bulanan partai politik dan ada upaya-upaya untuk menarik anggota PNS masuk wilayah politik, ” tandasnya.