Pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia (UI) Effendi Ghazali menyatakan, sampai akhir ini posisi DPR tidak begitu jelas, sehingga mereka kurang responsif dan peka terhadap kondisi rakyat.
”Ketika busung lapar terjadi di mana-mana, mereka malah ramai-ramai membicarakan kenaikan gaji adan tunjangan. Menaikkan biaya reses, sering ke luar negeri,” kata Effendi kepada pers dalam diskusi yang bertajuk ”Refleksi DPR Akhir Tahun 206” di Gedung DPR, Jakarta, Jum’at (22/12).
Menurutnya, peran dan posisi parlemen tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat terjadi akibat fraksi-fraksi di DPR punya perwakilan di kabinet. “ Karena punya menteri di pemerintahan, maka kalau saat ini kelihatan mengkritik itu hanya sandiwara saja,” papar dia.
F-PDIP, katanya, yang selama ini satu-satunya fraksi yang tak punya menteri di kabinet dalam mengawasi roda pemerintahan juga tak berani keras dan kuat. “Konon, katanya, kalau Presiden SBY yang jatuh jangan-jangan Jusuf Kalla yang naik. Karena itu lebih baik mempertahankan SBY sampai 2009,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua F-PDIP Tjahyo Kumolo mengatakan, hingga dua tahun pemerintahan SBY-JK hanya ‘berhasil’ pada dua hal. Yakni, menjaga stabilitas dan popularitas. “Sementara pengangguran di mana-mana, angka kemiskinan terus meningkat,” katanya.
Ia mengakui, DPR sampai saat ini belum efektif menjalankan fungsinya. Karena itu ia mengusulkan agar mekanisme pengawasan diubah. Dalam kesempatan itu ia juga menyayangkan pada akhir Desember ini sekitar 386 anggota DPR melancong ke luar negeri.
Di tempat yang sama, Ketua F-PPP Endin JA. Soefhira mengakui lembaga legislatif yang ada saat ini tidak efektif. Hal ini terjadi dikarenakan terbatasnya kader-kader yang memadai di partai politik. “Bagaimana kita mau mengawasi proyek jembatan, kalau anggota DPR tidak ada yang ahli konstruksi,” imbuh dia. (dina)