Pengamat politik dari UniversitasIndonesia (UI) Prof Dr. Maswadi Rauf menyatakan, kebersamaan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Jusuf Kalla (JK) kemungkinan besar tidak akan sampai 2009. Alasannya, JK saat ini sudah mempersiapkan diri untuk maju mejadi calon presiden pada pemilu 2009.
“Kalau sekarang ini meskipun dia mengaku bukan orang jawa, Jusuf Kalla masih malu-malu kucing, sehingga pada saatnya dia akan berani untuk menyuarakan apa yang diinginkannya," kata Maswadi dalam diskusi dengan wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Jum’at (17/11).
Menurutnya, orang-orang Partai Golkar pasti tidak rela sebagai partai besar berada dalam posisi nomor dua seperti sekarang, sedangkan presidennya berasal dari partainya yang berada di urutan ke empat. “Kalau sekarang boleh-boleh saja bisa meredam keinginan lima DPD yang menginginkan mencabut dukungan kepada pemerintah,” jelas dia.
“Kenginan DPD itu hanya letupan-letupan menjelang 2009. Tapi makin lama saya kira Golkar tak mampu meredam lagi sehingga apa yang terjadi di dalam akan keluar. Karena itu saya tidak percaya kalau sampai 2009," sambungnya.
Ia mengungkapkan, Jusuf Kalla sendiri mempunyai keinginan seperti yang disuarakan sejumlah DPD itu. Tapi dalam situasi sekarang ini nampaknya perasaan itu masih bisa ditahannya. “Paling tidak dari pernyataan JK yang tidak menginginkan adanya konvensi dalam penjaringan calon presiden pada 2009 sudah menjadi indikasi bahwa dia akan maju,” ujarnya.
“Padahal kalau pun ada konvensi dia akan menang karena memang tak ada yang lebih dominan dari JK. Dan JK sendiri pernah mengatakan tidak ada konvensi di Golkar. Ini artinya dia mau maju jadi capres," ucapnya.
Ia menambahkan, kalau pun nanti dilakukan konvensi hendaknya dilakukan lebih awal jangan sampai mepet menjelang Pemilu. “Saya kira akhir 2007 kegiatan itu sudah bisa digelar. Tapi konsekwensinya JK harus keluar dari pemerintahan, jangan sampai mengikuti konvensi calon presiden tetapi masih ada di pemerintahan. Karena akan terjadi konflik kepentingan dengan Presidennya," katanya.
Di tempat yang sama, Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menjelaskan, semula memang ada keinginan kuat dari para kader Golkar untuk mencabut dukungan terhadap Presiden SBY. “Tapi akhirnya kita berfikir dan tidak mau menuruti emosi sesaat yang saat itu memang sulit dikendalikan untuk mencabut dukungan,” akunya.
Tapi setelah menimbang untung ruginya, Golkar akhirnya memutuskan untuk tetap mendukung duet SBY-JK. “Persoalannya kalau kita cabut dukungan itu artinya mengabaikan kepentingan bangsa atau semata-mata hanya mengedepankan kepentingan kelompok dibandingkan kepentingan bangsa, imbuhnya. (dina)