Eramuslim.com – Berdasarkan UU No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, serta UU Tentang BUMN, Pertamina bukan lagi Badan Layanan Publik (BLU). Menurut peneliti ekonomi politik dari AEPI- Jakarta, Salamuddin Daeng mengatakan Pertamina adalah perusahaan perusahaan yang berorientasi mencari keuntungan. Padahal perusahaan ini masih mendapatkan subsidi dari negara. Meski di era Pemerintahan Jokowi subsidi itu telah berkurang 300 persen.
Sementara untuk mendapatkan keuntungan pada kondisi sistem politik Indonesia yang carut marut ditambah dengan maslaah otonomi daerah, adalah hal yang sangat sulit bagi pertamina. Mengapa ?
* PT. Pertamina dikendalikan oleh sindikat dan mafia yang berdiri dibalik kekuasaan pemerintahan. Mereka mengendalikan Impor, ekspor, belanja modal dan investasi yang kesemuanya dijadikan sebagai ajang “begal” mendapatkan jatah dalam belanja Pertamina.
* Keuntungan dan pendapatan PT. Pertamina harus disetorkan kepada pemerintah sebagai penerimaan negara, sehingga Perusahaan tidak dapat mengembangkan usahanya secara efektif.
* Para politisi yang berkuasa ditenggarai menjadikan Perusahaan Pertamina sebagai ajang pemerasan, mengeruk setoran, sebagai imbalan atas jabatan jabatan dalam perusahan yang ditentukan oleh pemerintah.
* Perusahaan Pertamina diperas dengan berbagai macam pajak, bunga, dll. Sehingga biaya yang ditanggung perusahaan sangat tinggi. Biaya lifting, refinary dan transportasi (LRT) Perusahan mencapai 24 USD per barel, pajak 15 % dan beban bunga 10 %. Kesemuanya menjadikan Petamina sebagai perusahaan dengan biaya paling mahal sedunia.
Sehingga perhitungan kasar dengan total pengolahan minyak 1,25 juta barel perhari Pertamina harus mengeluarkan biaya sedikitnya Rp. 476 Triliun setahun untuk belanja minyak mentah, pajak, bunga. Sementara revenue yang diperoleh Pertamina pada tingkat harga yang berlaku sekarang, ditambah dengan subsidi APBN senilai Rp. 81 triliun sebesar Rp.409 triliun. Menyedihkan memang !
Perusahaan pertamina dalam keadaan sekarat. Manajeman telah mengumumkan secara resmi merugi sangat besar setiap bulan. Walaupun harga minyak telah dinaikkan, atau dinaikkan lagi, tetap Pertamina akan rugi. Sementara pemerintahan Jokowi tidak berkenan memberikan subsidi, karena subsidi katanya akan dialokasikan untuk infrastruktur.
Sehingga disimpulkan bahwa ditengah kondisi sekarang, dimana moral politisi jatuh pada tingkat paling rendah, pajak, bunga dan biaya biaya siluman lainnya sangat tinggi, maka perusahaan Pertamina hanya tinggal tulang belulang saja.
Sementara utang luar negeri Pertamina di pasar keuangan global telah mencapai Rp. 100 trilun lebih. Perusahaan ini terancam disita oleh sindikat keuangan internasional karena tidak sanggup membayar utang utangnya.
Satu satunya cara adalah perusahaan Pertamina oleh manajemen dikembalikan kepada negara, untuk dijadikan sebagai Badan Layanan Publik (BLU) yang tidak berorientasi keuntungan. Dengan demikian Pertamina kembali pada roh pendiriannya sebagai alat perjuangan meraih kemerdekaan, kedaulatan bangsa dan kesejahteraan rakyat.(rz/FN)