Namun, sambung Harits, diluar kepentingan sandarnya dua kapal asing tersebut masih perlu kajian lebih dalam lagi. Misalnya, kemungkinan keterlibatan mereka dalam operasi senyap untuk membuat distabilitas politik di Indonesia.
Sementara terkait kasus pendaratan pesawat tempur Perancis di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Aceh, dalam perspektif ancaman militer terhadap NKRI maka wajib diwaspadai khususnya oleh otoritas penerbangan militer. Apalagi ada tujuh unit pesawat tempur jenis Rafale milik Angkatan Laut Perancis yang mendarat di Bandara SIM.
Karena bisa jadi alasan pendaratan darurat yang sampaikan oleh para pilot pesawat tempur AL Prancis hanya cover atau siasat yang disiapkan untuk dapat mendarat dan mengumpulkan keterangan informasi kekuatan pertahanan udara Indonesia khususnya di wilayah Aceh untuk kepentingan yang lebih besar lagi.
Harits memastikan, pengumuman KPU terkait pemenang Pilpres pada 22 Mei 2019 akan damai. Apalagi kedatangan massa ke KPU juga hanya diisi dengan aksi buka puasa dan sahur bareng dan kegiatan keagamaan yang lainnya.
Sementara itu, pengamat intelijen dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, adanya dua kapal Angkatan Laut Australia, HMAS Canberra dan HMAS Newcastle yang bersandar di Pelabuhan JICT 2 Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (18/5/2029) lalu adalah hal biasa dalam hubungan militer Indonesia dengan negara – negara lain. Oleh karenanya kedatangan dua kapal perang di Jakarta dan mendaratnya pesawat tempur dari Prancis di bandara SIM Aceh adalah hal biasa.