Perekonomian Indonesia saat ini dalam posisi yang sangat terpuruk, karena telah tergadaikan kepada negara-negara kreditor asing.
"Sebenarnya Indonesia ini memiliki kekayaan yang luar biasa, tetapi sudah digadaikan kepada pihak asing dengan harga yang sangat murah. Ibarat cangkir emas yang digunakan untuk mengemis uang recehan kepada negara-negara kreditor, " kata Pengamat Ekonomi yang juga Mantan Menko Ekuin Rizal Ramli, dalam dialog publik di Mataram.
Ia mengungkapkan secara blak-blakan tentang kondisi perekonomian Indonesia, yang terkontaminasi oleh faktor politik. Politik dan pembangunan ekonomi di Indonesia seperti dua mata uang yang saling mempengaruhi. Hal tersebut dikarenakan politik di Indonesia itu masih tahap "love and hate relationship" atau hubungan berdasarkan cinta dan benci.
"Pemimpin di Indonesia itu pada mulanya sangat dicintai, ekspektasi rakyat sangat berlebihan. Kemudian pada periode tertentu timbul tanda tanya, yang meragukan keseriusan pemimpin itu atas komitmennya terhadap masyarakat. Kondisi itu sangatlah tidak mendukung upaya pembangunan yang harus dilakukan, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara adil dan makmur"jelasnya.
Selain itu, masalah utama yang menyangkut kualitas kepemimpinan, lanjut Rizal, hal menyangkut cara berfikir (school of thought, red) dalam bidang ekonomi, yang lebih banyak mengandalkan cara berfikir "Washington Concensus."
Di mana, garis kebijakan ekonomi dari Washington hanya untuk negara-negara berkembang, sedangkan pemerintah Amerika Serikat sendiri tidak mempraktekannya.
Ia menjelaskan, negara berkembang yang melaksanakan secara komit melaksanakan pemikiran Washington Consensus adalah Indonesia dan Filipina. Dan prestasi terbesar kedua negara ini adalah menjadi negara eksportir tenaga kerja wanita terbesar di dunia.
Sedangkan negara-negara Asia lainnya, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang dan China tidak menganut model Washington Concensus itu, dan dalam bidang ekonomi mereka terbukti lebih mandiri.
Walaupun dalam bidang militer dan politik, negara-negara tersebut menjalin kerjasama dengan Washington, tetapi di bidang ekonomi mereka mau mandiri dalam perumusan kebijakan, karena hanya dengan cara itulah mereka mampu mengejar ketertinggalannya dari negara-negara Barat.
"Kalau dalam pertengahan tahun 1960-an, GNP per kapita Indonesia, Malaysia, Thailand, Taiwan, dan China nyaris sama, tetapi pada tahun 2004 lalu, Indonesia sangat tertinggal jauh, "imbuhnya. (novel/ant)