Pengamat Anggap Wajar Jika Sri Mulyani Beri Sinyal Tak Mau Lagi Jabat Menkeu di Era Prabowo-Gibran

eramuslim.com – Sri Mulyani memberi sinyal tak mau lagi menjabat Menkeu di Era Presiden Wapres terpilih Prabowo-Gibran.

Salah satu sinyal itu Sri Mulyani menolak menyusun analisa kebijakan dan peta jalan (road map) mencapai rasio pajak 12-23 persen dari PDB pada 2025.

Sri Mulyani diketahui menolak usulan rasio pajak 23 persen sesuai target Prabowo.

“Mungkin juga karena Sri Mulyani tidak melanjutkan lagi sebagai Menteri Keuangan tahun depan. Jadi mereka akan serahkan ini kepada pemerintahan Prabowo ke depannya untuk mengatur sendiri APBN-nya,” kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, Minggu (30/6).

Sri Mulyani juga sedang menjaga ekspektasi pasar sehingga menolak susun rasio pajak 23 persen.

“Bahwa tidak ada kebijakan-kebijakan yang terlalu agresif pada tahun 2025,” tegas Bhima.

Sementara itu, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan, mengatakan, tidak dikabulkannya permintaan Prabowo menyusun tax ratio 2025 di angka 23 persen oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dinilai sebagai hal wajar.

Dia berpendapat hal itu memang bukan urusan Sri Mulyani lagi, kecuali dia kembali terpilih sebagai Menkeu di kabinet Prabowo-Gibran.

“APBN 2025 bukan tanggung jawab Sri Mulyani. Kecuali kalau yang bersangkutan kembali diangkat sebagai menteri keuangan oleh presiden yang baru,” kata Anthony, Minggu (30/6).

Seharusnya yang menyusun tax ratio 2025 itu tim ekonomi Prabowo-Gibran, bukan urusan Sri Mulyani.

“Nanti saja Tim Prabowo yang buat perencanaan rasio pajak itu, kalau sudah dilantik, dengan mengusulkan APBN Perubahan 2025. Itu mekanisme yang sesuai konstitusi,” katanya.

Dia juga menambahkan, akan melanggar konstitusi jika pemerintah saat ini ikut campur dalam penyusunan APBN untuk pemerintahan baru.

“Sri Mulyani itu menteri keuangan sampai Oktober 2024 saja. Di masa transisi ini dia hanya bertanggung jawab membuat APBN 2025 secara normatif, melanjutkan fakta ekonomi saat ini,” tutupnya.

 

(Sumber: Pojoksatu)

Beri Komentar