Menurut Fahira, program Community Action Plan (CAP) atau program peningkatan kualitas kawasan permukiman kampung-kampung di Jakarta yang baru saja diluncurkan Gubernur Anies senada dengan rencana Jokowi saat menjadi Gubernur untuk menata kampung-kampung di Jakarta.
Saat itu, Jokowi merencanakan penataan kampung tidak hanya dilakukan dengan konsep kampung deret, tetapi penataan kampung juga disesuaikan dengan kekuatan lokal yang ada di masing-masing kampung.
“Seingat saya di masa Pak Jokowi desain penataan kampung sudah ada. Tapi ya kita tahu sendiri kelanjutannya seperti apa. Oleh gubernur penggantinya kampung bukan ditata malah digusur. Program CAP ini adalah lembaran dan harapan baru warga kampung kota Jakarta,” tegas Fahira.
“Saya berharap warga Jakarta lain yang hidupnya lebih nyaman, terbuka matanya bahwa kampung adalah bagian integral dari pembangunan Kota Jakarta yang harus ditata bukan digusur,” imbuh Ketua Komite III DPD.
Sama dengan penataan kampung, penataan becak dikampung-kampung atau di tempat-tempat yang memang becak masih beroperasi juga kontrak politik gubernur/wakil gubernur terdahulu yang hendak ditunaikan Anies- Sandi.
Namun, anehnya masih ada sebagian masyarakat bahkan akedemisi dan pengamat yang gagal paham terhadap rencana penataan becak ini. Mereka menganggap Anies-Sandi akan membanjiri jalan-jalan protokol di Jakarta dengan becak.
“Tidak paham isu tetapi berkomentar, jadi ya gagal paham. Sesekali jalan-jalanlah ke Teluk Gong, ke Koja, Cilincing, atau ke Tanjung Priok, becak masih ada bahkan ada ribuan warga yang menggantungkan nafkahnya sebagai pengayuh becak. Becak masih dibutuhkan setidaknya bagi emak-emak yang hendak dan pulang dari pasar. Mereka mencari nafkah halal sehinga harus dimudahkan. Tidak boleh lagi abang-abang becak, tiap hari harus kucing-kucingan dengan aparat,” pungkas Fahira.(kk/sw)