Pemimpin Islam Harus Mampu Pecahkan Konflik Irak

Para pemimpin Islam diharapkan dapat berperan aktif, meyakinkan umat Islam yang berbeda pandangan, untuk mengedepankan perilaku yang sesuai dengan ajaran agama, sehingga tercipta perdamaian di kawasan Timur Tengah.

Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda saat ditanya tentang harapannya terhadap Konferensi Internasional Pemimpin Umat Islam Untuk Rekonsiliasi Irak, yang akan dilaksanakan pada 3-4 April, di Istana Bogor, Jawa Barat.

"Agama tidak mengajarkan saling membunuh seperti yang terjadi di Irak, walaupun kita tahu konflik itu lebih berorientasi politik, tapi sedikit banyak elemen agama muncul di sana, karena itu pemimpin Islam dapat menjalankan perannya ke arah rekonsiliasi, ke arah upaya perdamaian, " ujarnya usai membuka Konsultasi Tingkat Tinggi Mengenai PBB, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/3).

Menurutnya, dalam pertemuan itu pemimpin Islam baik Sunni maupun Syiah dapat duduk bersama memberikan kontribusinya dalam upaya rekonsiliasi Irak. Sebab, tambah Hassan, ketegangan karena problem perbedaan kedua paham itu tidak hanya terjadi di Irak.

Ketika ditanya apakah Indonesia tidak takut masuk dalam dikotomi Sunni dan Syiah, Hassan menegaskan, hal itu tidak akan menjadi permasalahan bagi Indonesia, sebab Indonesia berada pada posisi yang ideal. Orientasi keagamaan di Indonesia, menurut Hassan, culup baik, serta sikap mental pemimpin Islamnya tidak pernah menghadapi problem pertentangan.

"Sesungguhnya kita tidak terjebak, karena buat kita sama sekali tidak ada persoalan, negara-negara tertentu di Timur Tengah menghadapi persoalan itu, kita pada posisi yang baik, sebab kita baik dalam orientasi keagamaan dan juga sikap mental kita yang tidak pernah mengalami problem pertentangan Sunni dan Syiah, "jelasnya.

Sementara mengenai Pertemuan Negera Liga Arab yang diadakan mulai hari ini, di mana Indonesia hadir sebagai negara peninjau, Menlu mengharapkan agar momentum terbuka ini dimanfaatkan untuk mengoperasionalisasikan konsep perdamaian di Palestina kepada PBB dan negara-negara yang tergabung dalam kuartet, yang mana saat ini sudah memperlihatkan kemajuannya, seperti tercapainya kesepakatan kedua pemimpin negara untuk mengadakan pertemuan setiap dua pekan sekali, serta terbentuknya pemerintahan persatuan Palestina. (novel)