Sangat ironis, akibat kesalahan perintah mengikuti instruksi IMF dan Bank Dunia dalam merestrukturisasi perekonomian Indonesia, rakyat disuruh menanggung beban sebesar Rp 1.800 triliun. Tiap tahun, hingga tahun 2030, rakyat disuruh mencicil utang dan bunga lewat APBN sebesar Rp 50 triliun.
‘’Gila, hingga 2030, rakyat disuruh mensubsidi orang asing sebesar Rp 1.800 triliun. Saya punya usul, supaya pemerintah dan DPR menggugat IMF dan Bank Dunia ke pengadilan internasional, karena merekalah yang bikin kesalahan, ’’ kata pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy di Jakarta, Kamis (26/7).
Menurutnya, persoalan pokok yang menyebabkan rakyat terbelit utang sebesar itu adalah karena kesalahan instruksi IMF dan Bank Dunia dalam menstrukturisasi perekonomian serta kesediaan para mafia Barkeley yang mau dicucuk hidungnya jadi antek mereka.
Bekas anggota Komisi VIII DPR itu mengingatkan, dalam menyelesaikan masalah BLBI, pemerintah jangan hanya mengejar yang kecil-kecil. Kalau mau serius, pemerintah dan DPR mengikuti sarannya, yakni menggugat IMF dan Bank Dunia ke pengadilan internasional biar biaya restrukturisasi perbankan –yang menurut hasil audit BPK Desember 2006, besarnya Rp 667, 13 triliun-itu ditanggung mereka, bukan dibebankan kepada rakyat.
‘’Masalahnya, pemerintah dan DPR punya nyali atau tidak? Ingat, kerugian sebesar itu akibat kesalahan IMF, Bank Dunia dan mafia Barkeley, masak rakyat yang nggak tahu apa-apa disuruh menanggung beban, ’’ tegas Noorsy.
Dijelaskan, dari total dana rekap Rp 667, 13 triliun itu, yang ditempatkan di bank komersial sebesar Rp 448 triliun, yakni terdiri dari Bank BUMN sebesar 284, 17 triliun, Bank BTO (BCA, Niaga, Danamon, PDFCI, Tiara Asia, Permata, Bali, BII) Rp 124, 12 T serta bank rekap dalam hal ini BII, Lippo, Universal, Artamedia, Patriot dan bank lainnya sebesar Rp 39, 71 T.
Noorsy menyesalkan, kenapa yang terus diubek-ubek bank BTO, sementara bank BUMN tidak pernah dikotak-katik. Menurutnya itu tidak adil. Ia tahu, kalau bank plat merah itu diutik-utik, banyak pejabat yang kena.
‘’Kalau mau adil, yang diobok-obok jangan hanya Bank BTO saja dong, tapi bank-bank plat merah juga harus digarap, tak peduli bila masalah ini dibongkar, banyak petinggi kita yang terlibat, ’’ katanya.
Ia mengingatkan, kejaksaan jangan salah langkah dalam menangani kasus BLBI. Penyebab BLBI yang kebanyakan dilakukan oleh para mafia Barkeley juga harus dikejar. Harus diusut juga, kenapa pejabat yang setuju BLBI malah jadi petinggi perbankan. Demikian juga, pemilik bank BTO bisa punya bank lagi, malah kantornya di depan BI.
‘’Kenapa DPR diam? Masalah jadi runyam begini karena pemerintah dan DPR sejak awal sudah salah dalam merumuskan masalah, ’’ tegas Noorsy.
Bekas anggota Pansus Bank Bali itu menjelaskan, ada lima kesalahan yang dibuat IMF dan Bank Dunia yang mengakibatkan negara menanggung kerugian ratusan triliun.
Pertama, meliberalisasi industri perbankan. Kedua, menutup 16 bank. Ketiga, obligasi rekap yang sampai 2030, Indonesia harus menanggung beban utang Rp 1.800 triliun. Keempat, menggabungkan Bank Exim dan Bapindo menjadi Bank Mandiri. Kelima, meliberalisasi industri dan perdagangan sehingga tingkat kemiskinan makin tinggi dan perekonomian Indonesia makin timpang. (dina)