Kerusakan hutan Indonesia tidak lepas dari sikap diam pemerintah, dalam hal ini Departemen Kehutanan. Pemerintah juga tidak pernah memberikan sanksi tegas terhadap berbagai praktek yang dilakukan berbagai pihak yang selama ini bertanggung jawab melakukan perusakan kawasan hutan. Demikian Rully Syumanda, pengkampanye hutan Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI), di Kantor WALHI, Jakarta, Senin (23/7).
Menurutnya, Departemen Kehutanan justru menjadi bumper bagi sejumlah praktek perusakan kawasan hutan. Salah satu yang paling kontroversial adalah dispensasi yang dikeluarkan Departemen Kehutanan terhadap delapan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di lahan gambut di Riau yang tidak lulus verifikasi dan surat bernomor 613 tahun 2006 tentang pelanggaran administrasi bagi perusahaan yang menebang diluar rencana kerja tahunannya.
"Hal tersebut tidak perlu terjadi kalau Departemen Kehutanan benar-benar memiliki kemauan dalam penegakan hukum terkait dengan legal tidaknya operasional industri berbasis lahan ini, " papar dia.
Pada awal tahun 2007, kata Rully, sejumlah stakeholder yang mendapat dukungan penuh dari Dephut telah menyelesaikan Legality Aspect yang dapat digunakan sebagai guideline untuk mengetahui legal tidaknya operasional sebuah perusahaan.
Namun setelah selesai dan diserahkan kepada Departemen Kehutanan, tidak ada tindakan apapun yang diambil terhadap aspek legalitas tersebut.
”Aspek legalitas itu justru akan memudahkan kerja Departemen Kehutanan dan kepolisian dalam menjerat sejumlah perusahaan yang menyalahi aturan. Menjadi pertanyaan apabila Departemen Kehutanan tidak mengadopsi guideline tersebut, ” sambung Rully.
Ia menambahkan, Departemen Kehutanan juga tidak pernah menerapkan sanksi apapun ketika sejumlah perusahaan tambang seperti INCO di Sultra dan Sulteng, Dairy Prima Mineral di Hutan Lindung dan Agin Court di Batang Toru tidak memiliki surat izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana yang disyaratkan dalam UU No 41.
Oleh karena itu, Chalid Muhammad, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, mendesak Departemen Kehutanan bisa mengambil langkah-langkah tegas terhadap sejumlah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan selama ini.
"Bencana ekologis yang ditimbulkan dari ekstraktif industri ini sudah terlalu banyak. Departemen Kehutanan harus bertanggung jawab atas sejumlah kegagalan fungsional mereka, " tandasnya. (dina)