Ketua Panitia Anggaran DPR Emir Moeis mengatakan, pesawat kepresidenan yang selama ini digunakan Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah selayaknya diganti karena usianya sudah lebih dari 30 tahun dan sering rusak sehingga dari segi keamanan sangat membahayakan.
Menurutnya, faktor keamanan harus menjadi alasan utama untuk mengganti pesawat tersebut. “Faktor keamanan itu berhubungan dengan wibawa pemerintah, selain karena keamanan,” kata Emir kepada wartawan di Gedung DPR Jakarta, Kamis (6/7).
Tapi yang jadi persoalan adalah soal pembiayaan untuk membeli pesawat baru yang nilainya diperkirakan mencapai Rp 500 miliar. Padahal, pemerintah memang tidak punya duit untuk beli pesawat, tetapi bukan berarti tidak bisa memiliki, karena bisa dengan leasing atau dicicil.
Dari data yang masuk ke DPR, pesawat kepresidenan yang digunakan Wapres Jusuf Kalla adalah pesawat Fokker yang pabriknya sudah tutup sehingga suku cadangnya sulit dicari. Selain gangguan kaca yang terjadi ketika Wapres berkunjung ke Medan beberapa waktu lalu, pesawat ini sebenarnya sudah sering mengalami gangguan teknis.
Begitu juga ketika Wapres hendak berkunjung ke Bali, pesawat yang sudah mengudara selama satu jam, terpaksa kembali lagi ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah akibat roda pesawatnya macet.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR Sumaryoto berpendapat, pemerintah tidak perlu membeli pesawat baru kepresidenan karena harganya mahal dan negara tidak punya uang. Karena itu, lebih baik pemerintah menyewa dari PT Garuda Indonesia Airlines tetapi jangan dikemplang alias tidak dibayar.
‘’Kita tahu usia pesawat kepresidenan sudah cukup tua, tapi nggak usah belilah, sewa saja dari Garuda, hitung-hitung pemerintah menyelamatkan industri penerbangan nasional yang mau bangkrut ini,’’ tegas Sumaryoto.
Menurutnya, kebijakan ini sekaligus untuk menyelamatkan Garuda yang hampir mati akibat dililit utang Rp 6 triliun yang diwariskan manajemen di era Orde Baru. (dina)