Meski pihak penyelenggara haji sudah mewacanakan sarana transportasi pengganti pesawat terbang, namun Departemen Agama meminta agar penyelenggara mengkaji ulang kemungkinan penggunaan transportasi laut.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Agama M. Maftuh Basyuni usai Rapat Kerja dengan Komisi VIII, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/7).
"Kita tidak bisa melarang, tapi tolong itu diselidiki dengan sepenuhnya apakah itu mungkin dilakukan atau tidak, sebagai contoh India dan Pakistan yang jaraknya dekat sudah tidak lagi menyelenggarakan, apalagi kita yang jaraknya begitu jauh, " ujarnya.
Ia menilai, penggunaan transportasi laut bagi jamaah haji akan menambah sulit pihak penyelenggara, di samping karena cuaca yang sulit diprediksi, juga akan memakan waktu yang lebih panjang.
"Pengalaman tahun dulu itu lebih sulit, lalu penyelenggaraan yang sekarang juga kita masih pusing dua keliling, kalau ditambah ini bisa tujuh keliling, mudah-mudahan mereka sendiri yang sadar, kemungkinan itu sangat tipis, " imbuhnya.
Lebih lanjut Maftuh menyatakan, akan muncul kendala baru dalam penyelenggaraan ibadah haji apabila sistem transportasi diubah. Apalagi, tambahnya dengan janji dapat membawa barang yang beratnya mencapai 200 kilogram, serta 20 liter air zamzam dari tanah suci.
Ia menambahkan, pada prinsipnya perizinan untuk mengganti sistem transportasi bagi calon jamaah haji ini tidak hanya ditentukan oleh Departemen Agama saja, namun oleh instansi terkait di antaranya Departemen Perhubungan.
Senada dengan pemerintah, kalangan DPR juga menolak tegas wacana itu. Anggota Komisi VIII Said Abdullah menegaskan, penggantian sistem pengangkutan bagi jamaah haji dari menggunakan pesawat ke kapal laut tidak efektif, karena akan mengurangi kenyamanan bagi calon jamaah haji.
"Itu tidak efektif, lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya, kita kan hidup di tahun 2007, bukan 70-an, " tukasnya.
Ia menganggap, rencana dikedepankan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan lebih besar dari penyelenggaraan ibadah haji.(novel)