Eramuslim – Alih-alih memutus hubungan dengan rezim penjagal Muslim Rohingya, pemerintah Jokowi malah mengajukan diri bekerjasama dengan rezim Myanmar dalam upaya penanganan apa yang dikatakan sebagai terorisme. Tawaran ini diajukan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto saat berkunjung ke Myanmar, Selasa (5/12) kemarin.
Dalam kunjungannya, Menko Polhukam Wiranto bertemu dengan Ketua National Security Adviser, Ambassador U Thaung Tun, Menteri Dalam Negeri Myanmar, Letnan Jenderal Kyaw Swe, dan Menteri Pertahanan Myanmar, Letnan Jenderal Win.
Wiranto mengaku diutus langsung oleh Presiden Joko Widodo khusus untuk membahas satu hal, yakni perlunya peningkatan kerja sama pemberantasan terorisme. Hal ini mengingat ancaman terorisme dan radikalisme harus ditangani dari dini.
“Ancaman terorisme dan radikalisme terjadi di mana-mana, di semua negara, termasuk Indonesia dan Myanmar,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Dia mengatakan, ancaman terorisme sifatnya lintas batas sehingga diperlukan kerja sama regional dan internasional untuk menanganinya.
Indonesia sendiri memiliki pengalaman yang dapat dibagi dalam pemberantasan radikalisme dan terorisme, yakni pendekatan soft power dan hard power.
“Kemampuan deteksi atau pencegahan sangat penting artinya untuk melumpuhkan kemungkinan serangan teror,” kata Wiranto.
Sementara itu, pemerintah Myanmar menyambut baik usulan dan tawaran Indonesia ini.
Myanmar juga menekankan pentingnya kerja sama bilateral dalam penanganan radikalisme dan terorisme, khususnya dengan Indonesia.
Lalu siapa targetnya? Bukankah junta militer Myanmar menganggap umat Islam di Rakhine State sebagai teroris? Lalu apakah ini secara tidak langsung Jokowi dimasa mendatang berarti ikut mendukung genosida massal Muslim Rohingya? Wallahu A’lam Bishawab. (Aa/Ram)