Anggota Komisi VIII DPR DH Al-Yusni mengapresiasi atas digelarnya Raker yang melibatkan Komisi VIII, II dan X berserta mitra kerjanya masing-masing. Al-Yusni berharap agar Raker gabungan itu menghasilkan keputusan yang dapat menyelesaikan masalah Tenaga Guru Honorer khususnya yang berada di bawah Depag.
“Masalah Guru Honorer Depag lebih parah dan rumit daripada Diknas. Hal itu karena memang pendidikan Depag sudah lama dianaktirikan. Saya harap Raker ini dapat jadi momentum untuk memperlakukan sekolah-sekolah di bawah Depag lebih adil dan proporsional, ” ujar Al-Yusni di Gedung DPR, Senin (7/7/2008).
Diterangkan Al-Yusni bahwa, selain karena sudah lama dianaktirikan, rumitnya penyelesaian Guru Honorer Depag juga akibat porsi tenaga honorer Depag lebih banyak daripada PNS. “Ini berbeda dengan Depdiknas di mana porsi PNS-nya lebih banyak dibanding tenaga honorer, ” timpal dia.
Lebih jauh pria kelahiran Jakarta itu membeberkan, berdasarkan data tahun 2007 yang dikeluarkan Depag diketahui bahwa total guru madrasah se-Indonesia sebanyak 604.056 orang yang terdiri dari 102.255 guru berstatus PNS (16, 9%) dan 501.831 guru berstatus non-PNS atau honorer (83, 1%). “Kondisi tersebut dikarenakan 94, 1% sekolah-sekolah di bawah Depag berstatus swasta. Jadi seharusnya yang dapat porsi lebih untuk jadi PNS itu honorer-honorer Depag, bukan Diknas”pinta dia.
Al-Yusni juga minta Mendagri menindak pemda-pemda yang masih tak mau memberikan bantuan terhadap lembaga-lembaga pendidikan di bawah Depag dengan alasan tidak tahu adanya revisi atas Surat Edaran (SE) Mentri Dalam Negeri (Mendagri) No 903/2429/SJ tahun 2005. “Aturan itu sudah direvisi. Pak Menteri harus menindak pemda-pemda yang masih diskriminatif, ” pungkasnya.(ls)