Menteri Agama M. Mahtuf Basyuni menegaskan, jika jamaah Ahmadiyah dapat merubah keyakinannya dan menganggap Mirza Guhlam Ahmad hanya sebagai pembaharu (mujadid) bukan sebagai nabi, dirinya yakin persoalan ini akan selesai. Namun, sampai saat ini Ahmadiyah masih tetap bersikeras tidak mau menerima alternatif pilihan itu.
"Pemerintah kurang tegas bagaimana, kita sudah mengajukan alternatif kepada mereka. Tapi, mereka tetap tidak mau menerima, " katanya usai raker di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (27/02)
Menurutnya, untuk mencegah kekacauan dan benturan akidah, pemerintah telah menawarkan dua pilihan, yaitu pertama, tinggalkan kepercayaan bahwa Mirza Guhlam Ahmad sebagai nabi dan hanya menganggapnya sebagai Mujadid. Kedua, kalau tetap menganggap Mirza Guhlam Ahmad sebagai nabi, maka tinggalkan Islam.
Lebih lanjut ia menegaskan, apabila Ahmadiyah masih terus menggunakan agama Islam, dikhawatirkan dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, sebab kelompok mereka mempunyai pandangan yang berbeda dengan keyakinan umat Islam pada umumnya.
"Umat Islam hanya mengakui Nabi Muhammad saw sebagai Nabi terakhir dan Al-Quran sebagai kitab sucinya, sedangkan mereka memiliki kitab suci sendiri, " tegasnya.
Pengertian kebebasan beragama, lanjutnya harus diluruskan. Bukan berarti kebebasan beragama yang sesuai dengan hak azasi adalah kebebasan yang menyinggung perasaan orang lain, dengan cara menafsirkan agama dan keyakinan yang tidak sesuai dengan ajaran yang sebenarnya. (Novel/Travel)