Pemerintah belum menetapkan kasus lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur sebagai bencana nasional, meskipun pemerintah tidak dapat memastikan luapan yang sudah terjadi selama tiga bulan tersebut murni akibat kesalahan PT. Lapindo Brantas.
Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah sebelum mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPRRI, di Gedung DPRRI, Jakarta, Senin (04/09) mengatakan pemerintah akan terus memantau secara serius perkembangan luapan lumpur dan kondisi para pengungsi, kendati kasus luapan lumpur panas itu merupakan tanggung PT. Lapindo Brantas selaku perusahaan yang melakukan eksplorasi.
“Tanggung Jawab pendanaan ganti rugi masih ada pada perusahaan yang melakukan eksplorasi, karena sudah mengakibatkan luapan yang merugikan warga sekitarnya,” ujarnya.
Mengenai anggaran bencana alam yang akan diajukan oleh Departemen Sosial dalam APBN perubahan, Bachtiar menjelaskan, sebagaimana tertuang dalam PAGU (batas tertinggi) anggaran perubahan, Departemen Sosial mengajukan dana untuk bencana alam sebesar 300 milyar rupiah.
“Anggaran itu diajukan karena Departemen Sosial sudah tidak memiliki anggaran lagi untuk penanggulangan bencana alam,” tandasnya.
Ia menambahkan, dana alokasi bencana alam itu akan digunakan untuk membeli peralatan untuk penanganan bencana alam, sehingga saat bencana datang tidak ada alasan lagi untuk menunda proses evakuasi terhadap korban.
Sementara itu Kapolri Jenderal Sutanto menyatakan, Polda Jawa Timur telah memeriksa 67 orang sebagai saksi, dan menetapkan 9 orang tersangka dalam kasus luapan lumpur panas PT. Lapindo Brantas.(novel)