Pemerintah Australia Ternyata Gampang Ditipu

Walau keran impor sapi Australia ke Indonesia sudah kembali dibuka, kebijakan penyetopan impor selama beberapa bulan lalu ternyata masih berekor. Adalah seorang senator Australia, Chris Back yang mengungkap fakta di balik alasan penyetopan tersebut.

Menurut Chris Back, video penyiksaan pemotongan hewan oleh pemotong hewan Indonesia yang menjadi latar belakang penyetopan impor adalah rekayasa. Peristiwa itu terjadi di sebuah pemotongan hewan di Binjai Sumatera Utara. Sang penjagal sengaja melakukan penyiksaan di depan kamera dengan bayaran 50 ribu sampai 150 ribu rupiah atau 17 dolar Australia. Dan yang membayar adalah warga asing berambut pirang.

Chris, seperti yang diakui Senator Bull Heffernan dalam media ABC hari ini, menegaskan bahwa ia sudah mendapatkan pengakuan tertulis dari si penjagal.

Sebelumnya, pada Senin (30/5/2011), beredar tayangan Video penyiksaan hewn saat proses pemotongan sapi di beberapa rumah pemotongan hewan yang ditayangkan program ABC’s Four Corners. Publik Australi pun heboh, yang akhirnya berbuntut pada penghentian ekspor sapi Australia ke Indonesia.

Dalam tayangan itu, diperlihatkan bagaimana sapi-sapi ternak itu menderita saat dipotong karena matanya dicungkil, kepala sapi ditendang-tendang, buntutnya ditekuk, pemotongan lehernya dilakukan secara brutal dan tindakan kekerasan sapi lainnya.

Pada akhir Juni lalu, pihak Indonesia sudah mengklarifikasi soal rekayasa penyiksaan di tayangan video tersebut. Tapi, baru sekarang ini pihak Australia mengakui kekeliruan mereka.

Menariknya, hanya karena tayangan video yang tidak jelas, sebuah kebijakan besar bisa keluar dari pemerintah Australia. Entah karena publik dan pemerintah Australia yang memang sudah menganggap primitif warga Indonesia, atau memang karena hal lain.

Padahal, kalau saja publik Australia tahu bagaimana umat Islam Indonesia diajarkan syariat Islam cara memotong sapi yang benar, mereka tidak akan pernah percaya tayangan itu. Atau, mereka memang sudah sentimen dengan umat Islam, khususnya di Indonesia. mnh

foto: tribunnews