Pemerintah pusat diusulkan hanya menangani investasi yang berskala nasional dan mengusai hajat hidup orang banyak. "Sehingga pemda daerah diberi kewenangan yang lebih pasti dan lebih luas menyangkut persoalan investasi," ujar Wakil Sekrertaris F-PDIP, Ir Hasto Kristiyanto kepada wartawan di Jakarta, Senin (1/12) mengomentari tentang RUU Penanaman Modal.
PDIP, kata Hasto, menginginkan kewenangan pemerintah pusat "dipangkas", karena selama ini dianggap terlalu besar. PDIP tak menginginkan hak-hak pemerintah daerah dikebiri, karena yang menjadi acuan tetap adalah UU 32/2004 tentang otonomi daerah.
"F-PDIP mengusulkan 43 pasal dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM0), sementara pemerintah hanya mengusulkan 23 pasal," terang dia.
Menurutnya, beberapa kriteria yang menjadi kewenangan pemerintah pusat misalnya, investasi yang terkait dengan sumber daya alam (SDA) yang tidak bisa diperbaharui dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan yang tinggi, usaha industri yang merupakan prioritas tinggi dalam skala nasional dengan menggunakan sumber pembiayaan pinjaman luar negeri, investasi yang terkait dengan fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah di dalam NKRI, invetasi yang terkait dengan pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional.
Ia menambahkan, dengan kriteria tersebut, maka kewenangan pemerintah daerah menjadi jelas dan pasti. Artinya, kalau ditinjau dari clustering industry, maka investasi terkait dengan industri makanan, minuman, sandang [Tekstil dan Produk Tekstil-TPT], papan, pertanian dan lain-lainnya yang tidak memenuhi kriteria di atas menjadi urusan pemerintah daerah sepenuhnya.
Selain mengusulkan soal kriteria penanganan investasi, sambung Hasto, PDIP juga setuju dengan usulan F-Partai Golkar yang mengusulkan pemberian fasilitas terkait dengan RUU PM tersebut, misalnya pembebasan dan keringanan bea masuk atas impor barang modal atau mesin/peralatan dan bahan baku untuk keperluan produksi.
Selanjutnya, imbuh dia, pembebasan pajak penghasilan badan atas keuntungan yang ditanam kembali dan pembebasan PPN atas impor/perolehan barang modal tertentu. Serta pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dan penyusutan/ amortisasi yang dipercepat.
Hanya saja, kata Hasto, fasilitas tambahan tersebut hanya dapat diberikan apabila kegiatan penanaman modal dilakukan di daerah-daerah terpencil di kawasan timur Indonesia, daerah tertinggal dan daerah perbatasan, atau membangun infrastruktur untuk kepentingan umum atau memiliki keterkaitan dengan pelaku ekonomi kerakyatan. (dina)