Pelaku Insiden Tari Cakalele, Diancam Pasal Perbuatan Makar

Pelaku aksi unjuk keberadaan gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS) dalam perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas), Jum’at (29/6) lalu di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Maluku, diancam pasal-pasal perbuatan makar dalam KUHP.

Kepolisi masih terus melakukan perburuan terhadap sejumlah orang yang diduga terkait dengan aksi pengibaran bendera RMS dalam acara peringatan Hari Keluarga Nasional XIV di Ambon tersebut.

Hal itu diungkapkan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Polisi Sisno Adiwinoto saat dihubungi Eramuslim, Senin (2/7) "Selain 32 orang yang sudah ditangkap, kami terus melakukan pengejaran beberapa orang lainnya, "ujarnya

Menurutnya, 25 penari Cakalele yang membawa selebaran dan bendera RMS diancam pasal makar, sementara mereka yang hanya terbukti mendukung RMS, akan dilihat sejauhmana keterlibatannya.

Lebih lanjut Sisno mengatakan, setelah menjalani pemeriksaan para penari Cakalele dan dalang aksi pengibaran bendera di acara peringatan Harganas, itu dapat diancam hukuman puluhan tahun.

"Mereka yang menari kan sudah makar, karena sudah ada tindakannya, tapi itu tergantung hasil penyelidikan, jika memenuhi perilaku perbuatan makar, hukuman bisa puluhan tahun, " tandasnya.

Ia mengakui, dengan adanya insiden tersebut, Polri semakin mengintensifkan pemberantasan aksi separatisme RMS di Maluku.

Aksi pengibaran bendera RMS itu mendapat kecaman beberapa pihak. Mereka meminta agar pelakunya segera ditindak tegas. Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo menilai, insiden itu membuktikan aparat keamanan bersikap masa bodoh dan tidak cermat, serta tidak ada seleksi acara terlebih dahulu, selain itu juga menunjukkan adanya ketidakpekaan intelijen, serta koodinasi pusat ke daerah tidak ada.

Menurutnya, wajar bila Presiden SBY marah atas insiden tersebut karena merasa dilecehkan sebagai kepala negara.

"Harusnya, ada tindakan tegas terhadap komandan Paspampres, Kapolda, Pangdam. Mereka perlu untuk diberhentikan, karena ini adalah tanggung jawabnya, " tukasnya di Gedung DPR, Jakarta.

Senada dengan itu, Presiden PKS Tifatul Sembiring mengatakan, insiden tersebut terjadi karena faktor kerja Badan Intelijen Nasional (BIN) yang kurang menjajaki dan mendeteksi gejala ini. Menurutnya, seharusnya gejala ini sudah diantisipasi sebelumnya, terlebih lagi agen BIN itu jumlahnya cukup banyak. (novel)