Pelaksanaan Nawacita: Tahun 2016 Rezim Jokowi-JK Akan Tambah Utang Rp.605 Triliun

jokowiEramuslim.com – Lupakan janji akan bangun bendungan baru 25 buah, lupakan janji perekonomian Indonesia akan meroket ke atas, lupakan janji kemandirian bangsa, lupakan janji-janji manis Jokowi-JK saat kampanye pilpres tahun lalu, lupakan semua, karena yang terjadi adalah kebalikan dari itu semua. Satu-satunya yang benar adalah perkataan JK, “Indonesia akan hancur jika Jokowi jadi presiden…” Dan akhirnya JK pun bergabung dalam kereta yang akan menghancurkan negara ini. Orang yang sudah sepuh memang biasa kalau pikun, sebab itu antara omongan dengan tindakan sering tidak nyambung.

Sebagai pelaksanaan Nawacita, tahun 2016 rezim Jokowi-JK sudah berencana akan menambah utang sebesar  Rp 605 triliun. Penambahan utang ini dibutuhkan untuk menutupi defisit anggaran, penyertaan modal negara (PMN), membayar pokok utang dan juga bunganya.

“Kebutuhan pembiayaan 2016 secara gross Rp 605 triliun,” kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di kantor Kementerian Keuangan, Senin (7/12).

Bambang mengatakan, utang dibutuhkan karena ingin kebijakan fiskal tetap ekspansif. Pemerintah ingin menjadikan belanja pemerintah sebagai sumber pertumbuhan lantaran masih lemahnya ekonomi global.

Salah satu kunci mengejar pertumbuhan adalah dengan membangun infratstruktur yang memang menjadi tekad pemerintahan Joko Widodo. “Negara kita butuh belanja besar karena infrastruktur tertinggal,” ujarnya.

Dijelaskan Bambang, Indonesia tidak lagi bisa menggantungkan harapan pertumbuhan dari ekspor. Selain masih lemahnya ekonomi sejumlah negara yang menjadi mitra dagang, harga komoditas juga masih tetap rendah.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan merinci, kebutuhan pembiayaan Rp 605 triliun akan didapat dari penerbitan surat berharga (SBN) Rp 532,4 triliun, pinjaman luar negeri Rp 69,2 triliun, serta penarikan pinjaman dalam negeri Rp 3,7 triliun.

“Mencari pembiayaan pada tahun depan tidak mudah karena masih ada ketidakpastian kondisi keuangan global,” ucap dia.(ts/ROL)