Pelajaran dari Film Dokumenter The Edge of Democracy, Anies Baswedan: Kuasai Wasitnya, Singkirkan Pemain Lawan, dan Ganti Aturan Mainnya

eramuslim.com –  Awal tahun, mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, memilih menonton dokumenter yang dibuat sineas perempuan milenial dari Brazil, Petra Costa.

Hal itu diungkapkan Anies yang juga calon presiden yang diusung Partai NasDem ini melalui cuitan di linimasa Twitternya.

“Menghabiskan awal tahun bersama Mikail dengan menonton The Edge of Democracy (2019) di Netflix. Dokumenter yang dibuat oleh Petra Costa, sineas perempuan milenial dari Brazil, bercerita tentang erosi demokrasi dan perjalanan politik Lula da Silva sebagai Presiden,” beber Anies.

Anies Baswedan menjelaskan alur cerita dokumenter yang ditontonnya tersebut. “Dokumenter ini bercerita tentang upaya penyingkiran terhadapnya melalui pengadilan yang kontroversial atas tuduhan korupsi, walau pada 2021 Mahkamah Agung membatalkan hukumannya. Kejatuhan Lula dan erosi demokrasi di Brazil membuka jalan bagi Jair Bolsonaro,” jelasnya.

Menurut Anies Baswedan, menonton dokumenter yang dibuat oleh Petra Costa, mengingatkan pada buku How Democracies Die.

“Menonton dokumenter ini mengingatkan pada buku How Democracies Die, bahwa ada tiga tahap untuk melemahkan demokrasi secara perlahan dan tak disadari,” cuit Anies, dikutip FAJAR.CO.ID, Senin (2/1/2023).

“Pertama, “kuasai wasitnya”. Ganti para pemegang kekuasaan di lembaga negara netral dengan pendukung status quo. Kedua, “singkirkan pemain lawan”. Singkirkan lawan politik dengan cara kriminalisasi, suap, atau skandal. Ketiga, “ganti aturan mainnya”. Ubah peraturan negara untuk melegalkan penambahan dan pelanggengan kekuasaan,” bebernya.

“Pelemahan demokrasi secara perlahan seperti itu dapat sebabkan “shifting baseline syndrome”, yaitu perubahan secara bertahap dan perlahan hingga publik menjadi terbiasa dengan kondisi barunya yang sebenarnya buruk,” jelas Anies.

“Kondisi yang penuh oleh praktik yang dulunya dipandang tidak normal dan tidak boleh dinormalkan dalam demokrasi, tapi karena perburukannya berlangsung perlahan maka tanpa disadari dianggap kewajaran baru,” beber mantan Gubernur DKI Jakarta ini.