Di Jawa Timur terdapat 47 lokalisasi pelacuran dengan 1.031 mucikari dan 7.127 PSK yang tersebar di 33 kota. Yang paling terkenal adalah Dolly. Ada rencana Pemerintah Jatim dan Kodya Surabaya untuk menutup Dolly pada 2014. Para ulama selalu mendesak pemerintah untuk menutup Dolly sejak tahun 1987. Selama ini penutupan Dolly selalu jadi wacana. Di beberapa kabupaten ada Perda melarang pelacuran, tetapi mungkin tidak memikirkan bagaimana para mantan PSK harus mencari nafkah.
Di Surabaya ada lokalisasi PSK yang selama belasan tahun bisa secara perlahan dikurangi jumlah PSK dan mucikarinya. Pemerintah membantu dengan memberikan pelatihan kepada para PSK dan juga biayanya. Ternyata tidak semuanya mau dan bisa bertobat serta pindah pekerjaan.
Banyak dari mereka lalu pindah ke tempat lain di luar Surabaya. Sebagai contoh ialah sebuah kecamatan di Kabupaten Lamongan. Di sana banyak warung remang-remang yang menjadi tempat praktek para PSK. Selama ada lelaki yang membutuhkan jasa PSK, maka tidak bisa dicegah akan ada penawaran. Menurut perkiraan aktivis anti-HIV-AIDS Baby Jim Aditya, di Indonesia ada sekitar 3 juta lelaki yang menggunakan jasa sekitar 214.000 PSK.
Lebih parah lagi ialah terjadinya praktik PSK oleh anak-anak di bawah umur di sejumlah tempat di Jakarta. Arist Merdeka Sirait dari Komnas Perlindungan Anak tidak mau menyebut itu PSK anak-anak, tetapi kekerasan seksual terhadap anak. Bahkan anak-anak di bawah umur itu diperdagangkan dan pindah tempat bahkan sampai luar negeri seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Pada 2004 jumlah anak yang menjadi korban ada 10 orang, pada 2005 naik menjadi 18 orang, tahun 2006 menjadi 100 dan 2007 menjadi 240 orang. Syukur pada 2008 turun menjadi 88 dan pada 2009 menjadi 55 orang.
Di antara mereka ada yang bercerita bahwa dia dijadikan PSK oleh keluarganya karena mereka terlilit kemiskinan. Umumnya mereka datang dari kampung yang pendidikannya terbatas sehingga anak-anak tidak berani membantah orang tua mereka.
Praktek tersebut di atas menunjukkan bahwa selama ini negara lalai dalam melindungi anak-anak dari perdagangan bermotif seks itu. Undang-undang dan peraturan sebenarnya sudah cukup tetapi komitmen aparat keamanan yang kurang. Pihak Polri mengelak dan meminta masyarakat melaporkan temuan mereka di lapangan. Kita perlu membantu warga yang terlilit kemiskinan jangan sampai mereka menjual puteri mereka yang masih anak-anak untuk alasan apapun, apalagi dijadikan PSK. Semoga pihak pemerintah dan warga masyarakat yang diberi Allah kelebihan harta bersedia memberi lebih banyak perhatian kepada saudara-saudara kita yang malang itu.
(DS/MUI)