Politikus Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di DPR, Helmy Fauzi, tak sepakat dengan usulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membuat protokol tentang penistaan agama yang berlaku secara internasional. Yudhoyono menyampaikan usul itu dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-67 di New York, Amerika Serikat, Rabu 26 September 2012.
Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan akan mendorong dan mengusulkan protokol anti penistaan terhadap agama, agama apapun, yang kini marak dimana-mana, terutama Islam, seperti dikatakan Mensesneg Sudi Silalahi, di saat acara Indonesia Investment Day di NYSE, Wallstreet, NYC.
Menurut Helmy, usulan Yudhoyono ini kontradiktif dengan banyaknya kasus-kasus diskriminasi terhadap penganut agama minoritas seperti Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia.
Selain itu, kata Helmy, Undang-Undang Penodaan Agama (PNPS Nomor 1/1965) yang berlaku di Indonesia saja perlu banyak perbaikan. Upaya untuk memperbaikinya lewat gugatan ke Mahkamah Konstitusi, dua tahun lagi, gagal.
Ketika itu, sejumlah LSM seperti Imparsial, Elsam, PBHI, Demos, YLBHI, Yayasan Setara yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) meminta UU Penodaan Agama itu dicabut karena mencederai kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.
Menurut para penggugat kala itu, pemerintah sering menggunakan UU itu sebagai landasan untuk mengkriminalkan penafsiran keagamaan yang dinilai tidak sama dengan pokok ajaran agama.
Karena itulah, Helmy mempertanyakan protokol macam apa yang hendak ditawarkan SBY pada dunia, sedangkan di Indonesia sendiri protokol antipenistaan agama yang berlaku, dinilai melanggar HAM. “Seharusnya SBY menyelesaikan urusan di dalam negeri dulu,” kata Helmy.(fq/tempo)