PBNU mendesak DPR dan pemerintah untuk segera menyelesaikan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP). Pemerintah dan DPR harus lebih mengedepankan moralitas bangsa, dan tidak membiarkan pro-kontra RUU APP berlangsung terus.
“Kami berpihak pada keselamatan masyarakat, utamanya generasi muda,” ujar Ketua Umum PBNU, Hasyim Muzadi, Senin (27/3) di sela-sela peluncuran buku “Mengukir Paradigma Menembus Tradisi: Pemikiran tentang Keserasian Jender,” karya Khofifah Indar Parawansa, di Hotel Peninsula, Jakarta.
Menurutnya, adanya pihak yang keberatan dengan RUU APP, merupakan hal yang wajar. Banyak industri pornografi yang terganggu kalau UU ini lahir. Ditambah lagi adanya tekanan global. ”Tapi bagaimana kita bisa memproporsionalkan. Industri tetap jalan tanpa harus mengorbankan moralitas bangsa,” tegas dia.
Hasyim mengemukakan contoh dengan memberi pengecualian daerah pariwisata, hiburan, dan sebagainya. Dengan demikian masing-masing tidak saling merusak.
Ia menambahkan, tidak logis kalau negara berpihak pada demokrasi dan kebebasan, tapi berujung pada rusaknya generasi muda. Karena itu, generasi muda harus diamankan. ‘’Kalau orang yang cari makan dari hiburan (pornografi, red) diberi tempat tersendiri,” sarannya.
Hasyim membantah kalau prokontra ini merupakan bertarungan antar agama. Kata Hasyim, tidak ada satu agama pun yang mentolelir pornografi. Kalau orang barat punya budaya seperti itu, tapi tidak bisa dianggap sebagai representasi agama. ”Banyak UU di Eropa yang dilawan oleh Katholik dan Kristen, tapi tidak mampu. Karena di Barat God is Death (Tuhan telah mati),” paparnya.
Anggota DPR RI, Khofifah Indar Parwansa menyatakan tidak ada unsur eksploitasi dalam RUU APP. ”Saya sudah baca draftnya dan saya tidak menemukannya (eksploitasi perempuan),” kata Khofifah.
Khofifah melihat ada pihak yang sebenarnya tidak membaca RUU APP tapi kemudian menyebarkan image seperti itu. ‘’Ada baiknya kita telaah bersama. Kita pelajari bersama. Draft ini masih awal dan DPR juga masih akan memperbaikinya,’’ ungkap Khofifah. Ia justru melihat bahwa RUU APP justru masih terlalu longgar. Terlalu banyak pengecualian dalam draft itu.
Keberadaan RUU APP dilihat Khofifah sebagai kebijakan negara untuk mengatur ketertiban sosial masyarakatnya. Bukan pembatasan seperti yang selama ini disuarakan sejumlah kelompok.
Kalaupun ada pluralisme pendapat, menurutnya, hal itu adalah keniscayaan. “Ada proses yang sangat panjang (sejak 2001) sebelum diputuskan melahirkan RUU APP,’’ ungkapnya. (dina)