Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menyatakan sebaiknya pemerintah Indonesia segera mengakui kemerdekaan Kosovo dari Serbia agar masyarakat muslim di sana bisa hidup damai dan dapat membangun negerinya.
Kosovo diperintah oleh misi PBB sejak pertengahan 1999, ketika bom-bom Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menghalau pasukan Serbia yang setia pada almarhum Presiden Slobodan Milosevic yang melakukan penumpasan brutal terhadap etnik Albania yang mayoritas Muslim di Kosovo.
Sebelumnya, Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi juga menyatakan simpatinya atas kemerdekaan Kosovo yang dinilainya dapat mengatasi krisis kemanusiaan yang sudah terjadi selama satu dekade. PBNU juga akan mengundang para ulama Kosovo untuk mengikuti forum ICIS III Juli mendatang.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin (18/2) menegaskan bahwa sikap Pemerintah Indonesia masih menunggu pembahasan di Dewan Keamanan (DK) PBB untuk menentukan sikap atas kemerdekaan Kosovo.
"Kami masih terus memantau situasi yang berkembang, tidak hanya pemerintah pusat di Eropa namun juga sebagai anggota tidak tetap DK PBB, " kata Presiden, merujuk pada deklarasi kemerdekaan Kosovo, yang ditanggapi dengan sikap pro dan kontra oleh dunia internasional. SIkap pemerintah SBY-JK ini menurut banyak kalangan dinilai tidak mencerminkan sikap sebuah negara merdeka dan berdaulat.
Namun, Amerika Serikat dan sebagian besar anggota Uni Eropa langsung memberi pengakuan, sementara negara-negara OKI menyusul.
Sementara itu, Pakar politik dan peneliti dari LIPI Hermawasan Sulistio meminta Indonesia tidak terlambat untuk mengakui kemerdekaan Kosovo, sebab Kosovo secara ‘de facto’ sudah merdeka. "Cepat atau lambat, kita harus akui, percayalah sikap kita tidak akan berpengaruh terhadap (keutuhan) NKRI, sejauh kita bisa adil untuk Papua dan provinsi lainnya di Nusantara, " tambahnya. (novel/nuol)