Eramuslim.com – Gubernur DKI Jakarta hasil muntahan Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tercatat sebagai gubernur tukang gusur rakyat kecil. Sikap keras Ahok hanya berlaku bagi masyarakat miskin. Namun ketika dihadapkan pada masyarakat menengah ke atas, penggusuran tidak pernah dilakukan.
Sekretaris Lembaga Wakaf dan Pertanahan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marwan Zainuddin menilai cara-cara yang dilakukan Ahok, untuk menggusur paksa rumah-rumah warga yang dibarengi dengan unsur kekerasan itu tidak manusiawi.
“Pemrov DKI harus melakukan pendekatan yang lebih manusiawi ketika kita ingin menggerakkan proses pembangunan dengan masyarakat-masyarakat di grass root (bawah). Bukankah ini yang ditawarkan oleh Jokowi-Ahok ketika kampanye di Jakarta tahun 2012,” kata Marwan kepada Harian Terbit, di Jakarta, Senin (26/9).
Ahok, kata Marwan, mengabaikan langkah mediasi antara pemerintah dengan masyarakat sebelum melakukan penggusuran. Padahal, ini sebagai langkah menghindari adanya kekerasan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat.
Ironisnya lagi, banyak warga yang menjadi korban gusuran yang ternyata memiliki sertifikat.
”Sertifikat itukan produk negara yang dikeluarkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang notabene lembaga negara. Artinya dengan diterbitkannya sertifikat, keberadaan warga masyarakat yang bertempat tinggal dilahan tersebut sebagai warga yang sah dan negara wajib melindunginya,” jelas Marwan.
Sertifikat, lanjutnya, adalah produk hukum dan legalitas yang jelas. Untuk itu Pemprov semestinya tidak semena-mena dalam melakukan penggusuran terhadap lahan milik masyarakat yang ada saat ini.
”Ahok, pemerintah daerah bukan negara. Dia seharusnya belajar lagi soal pertanahan. Jangan asal ngejeblak tanah negara lalu main gusur aja. UU itu mengatur, bahwa tanah yang sudah dikuasai lebih dari 20 tahun dapat dimohonkan haknya. Saya rasa Ahok harus belajar lagi soal UUPA biar enggak seenaknya gusur-gusur warga,” paparnya.
Marwan menegaskan, arogansi Ahok terhadap rakyat kecil inilah yang membuat dirinya tak layak untuk kembali dipilih sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Sebelumnya, LBH Jakarta mencatat sepanjang 2015 telah terjadi 113 kasus penggusuran paksa di wilayah Jakarta. Sebarannya, 31 kasus terjadi di Jakarta Selatan, 31 kasus di Jakarta Utara, 23 kasus di Jakarta Pusat, 14 kasus di Jakarta Barat, 14 kasus di Jakarta Selatan.
Kasus-kasus penggusuran paksa tersebut menelan korban sebanyak 8.145 kepala keluarga dan 6.283 unit usaha. LBH Jakarta mencatat pemerintah provinsi DKI Jakarta merupakan pelaku terbanyak penggusuran paksa. Ahok, harus bertanggung jawab atas terjadinya 96 kasus penggusuran paksa.
Sementara di tahun 2016, LBH Jakarta melansir 325 lokasi yang terancam menjadi korban penggusuran paksa oleh Pemprov DKI Jakarta.
Daerah yang rawan penggusuran itu tersebar di lima wilayah Jakarta. Perinciannya adalah 55 lokasi berada di Jakarta Barat, 54 lokasi di Jakarta Utara, 57 lokasi di Jakarta Pusat, 77 lokasi di Jakarta Selatan, dan 82 lokasi di Jakarta Timur.(ts/hanter)